Debat perdana paslon Gubernur Sumbar antara Mahyeldi-Vasko dengan Epyardi-Ekos berlangsung di Hotel Mercure, Rabu (13/11/2024) |
QBeritakan.com - Dalam debat publik pertama pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat 2024, yang berlangsung pada Rabu (13/11/2024) malam di Hotel Mercure, Padang, pasangan calon nomor urut 01, Mahyeldi-Vasco Ruseimy, dan nomor urut 02, Epyardi Asda-Ekos Albar, mengupas sejumlah topik penting, termasuk kebijakan kebebasan beragama. Isu ini menjadi sorotan publik karena Sumatera Barat kerap dikaitkan dengan permasalahan toleransi di tengah masyarakat yang beragam.
Laporan Setara Institute yang mencatat Sumatera Barat sebagai salah satu daerah dengan tingkat toleransi rendah turut memperkuat urgensi kebijakan yang pro-toleransi dari pemimpin mendatang.
Dalam pernyataannya, Epyardi Asda, yang sebelumnya menjabat sebagai Bupati Solok, menyoroti pentingnya tiga pilar adat Minangkabau, yaitu tungku sajarangan, yang melibatkan cadiak pandai (intelektual), alim ulama (tokoh agama), dan ninik mamak (tokoh adat), untuk menjaga kerukunan dan toleransi di tengah masyarakat Sumatera Barat. Menurut Epyardi, ketiga unsur ini perlu diberdayakan secara menyeluruh, dengan melibatkan tidak hanya kelompok mayoritas, tetapi juga seluruh pemeluk agama di Sumatera Barat.
“Kami berkomitmen untuk mengajak semua unsur agama berperan dalam kerukunan, tanpa memandang aliran atau kelompok tertentu,” ujar Epyardi. “Dengan mengutamakan kebersamaan, kami yakin bisa menciptakan masyarakat yang lebih damai dan mencegah permasalahan sosial seperti tawuran remaja yang kerap terjadi.”
Epyardi juga mengkritik kebijakan Mahyeldi yang menurutnya belum mengatasi kenakalan remaja secara efektif.
Ia menekankan bahwa program berbasis agama yang melibatkan seluruh unsur masyarakat, terutama tokoh agama lintas keyakinan, adalah kunci untuk menangani masalah sosial yang dihadapi Sumatera Barat.
Di sisi lain, Mahyeldi menyoroti peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) sebagai upaya konkret dalam mengatasi persoalan intoleransi di Sumatera Barat. Mahyeldi menilai, FKUB telah menjalankan fungsi dalam meredam potensi konflik antar umat beragama, meskipun diakui masih ada tantangan dalam pelaksanaan di lapangan. Menurutnya, penting untuk terus memperkuat komunikasi dan koordinasi antar lembaga serta masyarakat, guna menciptakan ekosistem yang kondusif bagi kebebasan beragama.
“Kami telah melibatkan FKUB dalam banyak penyelesaian masalah intoleransi, namun tentu dibutuhkan penguatan komunikasi dengan berbagai pihak agar upaya ini berjalan lebih optimal,” kata Mahyeldi dalam debat.