QBeritakan.com - Hari Anggara tahun 1350 , Wilwatikta yang baru saja bersumpah , kini para kawula mendengar wara wara bahwa Raja yang sangat mereka hormati dan sayangi sang Rajaputri akan lengser keprabon madep pandito ratu, Ditengah suasana Negeri Majapahit yang sedang mengalami perubahan perubahan yang diraskan seluruh kawula sebagai masa yang murah sandang pangan.
Membuat suasana pasar dan desa desa, memenuhi gelombang berita simpang siur. Semua orang saling mencari kepastian akan wara wara tersebut. Disebuah warung besar di sudut pasar sang juragan pemilik warung Ki Merta Sentanu , dengan sareh menjelaskan kepada para pelanggannya , bahwa semua terkendali dan semua itu adalah kebijaksanaan yang diambil sang Rajaputri demi Masa depan Majapahit yang lebih baik.
Ditengah kekisruhan kawula Wilwatikta, Laskar Kalachakra bergerak dalam senyap. Beberapa pengelasan telah datang , memasuki kediaman Tumenggung Pritha dengan berbagai cara disesuaikan dengan profesi keseharian mereka . Sang Tumengung juga telah mengganti pasukan pengawal kediamannya dengan pasukan Bhayangkara yang anggotanya terdiri dari anggota Laskar Kalachakra. Semata agar tidak terjadi kericuhan yang tidak perlu ditengah suasana duka dan persiapan Wisuda Maharaja Sang Nata yang tinggal menghitung hari saja.
Tanpa kecuali Paman Kerta Sentanu sang juragan warung pun telah mendapat titah , untuk menyampaikan undangan kepada nama nama rahasia para Pinisepuh, Tetua Laskar dan Anggota Kehormatan, Pada tiga hari ke depan , semua harus berkumpul di tempat dan pada waktu yang ditentukan.
“Terima kasih Paman atas Kesedian dan Kesetian selama ini menjadi garda terdepan laskar Kalachakra “ dengan penuh rasa hormat Tumengung Pritha kepada sosok Kerta Sentanu , seorang tokoh yang disegani kawula Wilwatikta . sebagai juragan pemilik warung dan pemilik beberapa kapal besar yang diketahui armadanya telah mengarungi samudera Nuswantara untuk berdagang ke mancanegara. Dan Armadanya juga seringkali sering “dititpi” anggota pasukan sandi Bhayangkara Majapahit oleh Tumenggung Pritha dalam melanglang melakukan tugas tugas sandi ke wilayah mancanegara.
Pada wayah sepi bocah , di Astana Sederhana milik Sang Bukan siapa siapa , telah berkumpul para Pinisepuh , kelompok Tetua dan anggota kehormatan Laskar Kalachakra. Di dalam ruangan rahasia yang memiliki banyak jalan keluar dan penuh jebakan berbahaya , seorang tetua yang ditunjuk berdiri memberikan Berbagai dan menjabarkan maksud dan tujuan pertemuan tanpa banyak petatah petitih di tutup oleh peryataan .
“ Siapapun , yang tidak suka menyampaikan Tumenggung Prita Kusuma Wardana , mohon maju ke depan untuk menyampaikan pendapatnya.” Tegas swara Kuda Sempana , keseharian beliau adalah seorang Senapati berangkat Rangga dari Pasukan JalaMangkara , pasukan khusus armada maritim Majapahit.
Swasana hening, dan dipecah oleh swara penuh wibawa seorang petinggi Majapahit yang hadir sebagai Anggota Kehormatan laskar Kalachakra.
“ Mengingat dan menimbang atas jasa dan kebijaksanaan Mpu Sora rasanya jika pertanda tersebut telah diserahkan kepada seseorang yang sudah dia tunjuk. Hal tersebut adalah suatu titah dari beliau . dan rasanya tak pantas bagi kita untuk tidak menerima titah tersebut. Dan yang terpenting adalah sosok Tumenggung Prita, adalah bukan sosok asing dan pantas untuk diragukan kemampuan dan kesetiannya selama ini saat menjadi bagian Laskar Kalachakra. Dan beliau juga sudah menunjukkan darma bakti tanpa cacat dan cela”
Sebagai symbol kesepakatan semua anggota sesuai adat dan tradisi Laskar Kalachakra , maju satu persatu di mulai dari Anggota kehormatan dengan melakukan penghormatan dan pengakuan sumpah setia kepada Kalachakra dan ketua Laskar Kalachakra Tumenggung Pritha Kusuma Wardana , untuk pertama kalinya Laskar Kalachakra di pimpin oleh seorang Peremuan.
“ ……. Tugas kedepan Kalachakra , adalah memastikan dan mendukung keberlangsungan kepemimpinaan Raja Majapahit yang telah ditunjuk oleh dewan Saptaprabu dan Pinisepuh Majapahit. Dan atas pesan dari mendiang Rajapatni dan Mpu Sora , agar laskar Kalachakra ,memastikan tidak adanya konflik didalam Astana Wilwatikta , diantara pata Sentana keluarga Rembesing Madu keraton Majapahit .
Maupun konflik antar negeri negeri bawahan yang dapat mengganggu hubungan antar mancanegara. Kalachakra beserta seluruh anggota akan mengambil sikap tegas dan keras kepada para perusuh dan penyusup yang mencoba menggangu stabilatas pemerintahan Wilwatikta dan mendukung penuh Pemerintahan Prabu Rajasanagara.
Dan secara tegas juga laskar Kalachakra tetap mendukung penuh arah geopolitik dan geostrategis dari politik Dwi Pantara Nusantara yang tengah di perjuangkan dengan sepenuh jiwa raga oleh sang Amengkubhumi Mahapatih Gajah Mada.” Tegas dan lugas pidato Tumenggung Pritha malam itu.
Salah satu anggota kehormatan berdiri mengucapkan “ Terima kasih dan terima kehormatan atas nama Majapahit , atas dukungan laskar Kalachakra kepada semangat kemajuan dan perubahan yang tengah di perjuangkan segenap Kawula Majapahit.”
Pasca mangkatnya Rajapatni Gayatri , Sang Rajaputri Tribuwana Tungga Dewi . Memanggil para anggota Dewan Sapta Prabhu , Amengkubhumi Mahapatih Gajah Mada dan Tumenggung Pritha ke Istana Wilwatikta. Didalam pertemuan tersebut Sang Rajaputri menyampaikan titah akan lengser keprabon madep pandito ratu, dan menyerahkan Tahta Majapahit kepada penerusnya.
Bagi sang Rajaputri Tribhuwana, singgasana Majapahit adalah hak sang ibunda Rajapatni Gayatri yang memberinya kuasa untuk menjadi Raja Majapahit dari tahun 1329 – 1350 . Pasca sang Rajapatni Gayatri Mangkat , Tribhuwana Tunggadewi menganggap bahwa amanat sang ibunda telah ditunaikannya, dan tidak berhak lagi menjadi penguasa Majapahit.
Semua kekuasan dan hak sebagai raja Majapahit , hanyalah wujud bakthi seorang anak kepada ibundanya yang sangat beliau hormati dan sayangi. Bukti kerendahan hati dan budhi pekerti adi luhung telah di tunjukan seorang Putri Kedaton Bernama Dewi Dyah Gitarja . seorang anak yang telah dibesarkan oleh kelembutan dan kebijaksanaan Sang Rajapatni Gayatri.
Hari Wisuda Maharaja , Hayam Wuruk berlangsung dengan hikmat dan meriah . Sang Surya Majapahit itulah gelar para kawula Wilwatikta kepada Sang Putra Mahkota . Beliau Putra kinasih Tribhuwana Tuggadewi dan Sri Khertawardhana. cucu dari Bhatara Sri kertarajasa dan Sang Rajapatni dan cicit Sri Kartanegara, Maharaja terakhir Singasari.
Saat kelahirannya, terjadi peristiwa alam gempa bumi dari letusan Gunung Kelud. Bersamaan waktunya saat Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa pada tahun 1334 . Seolah alam bersaksi dan kawula Majapahit mengenangnya sebagai sebuah pertanda telah terjadi suatu yang luar biasa Pabanyu Pindah , dan kawula Majapahit meyakini bahwa sang jabang bayi kelak akan menjadi orang besar Sang Surya Majapahit.
Dan terbukti doa dan pengharapan kawula Majapahit terjawab sudah, demi melihat sosok sang Maharaja mereka yang mendapat gelar Sri Rajasanagara / Sri Wilwatikta dan Prapanca kelak akan menuliskan dalam pujasastranya dalam Negarakertagama sebagai berikut :
“Pupuh 7 gatra 1
“Membinasakan musuh laksana menghancurkan kegelapan, dunia di bawah kekuasaan Sang
Raja, Berbahagia orang-orang baik, karena orang jahat itu berubah menjadi jujur dan suci
laksana bunga kumuda (tanjong putih)”
Pupuh 7 gatra 2
“Seperti Sang Hyang Satamanyu menghujani bumi, Sang Raja Menghapus duka seluruh
rakyat”
Sang Ibunda Tri Buwana Tunnga Dewi , Sang Amengkibhumi Mahapatih Gajah Mada , Tumenggung Pritha ,Prapanca dan orang terdekat , yang hadir dalam wisuda tersebut tak kuasa menahan rasa haru dan bangga menyaksikan seorang anak lelaki berusia 16 tahun . Tampan , Tegap , Cerdas , wibawa dan memiliki prabawa sebagai seorang Maharaja Majapahit yang baru.
Mereka terkenang sang bocah yang semenjak kecil telah menunjukan bakat kepemimpinan dan kemauan yang besar . Dan ketabahan dan kesabarannya selama ngelakoni masa pendidikan dan pendadaran untuk menjadi Maharaja Majapahit hari ini. Seperti apa diharapkan Mpu Lembu Sora.” Sawo ketchik telah berbuah manis “
Sementara di benak sang Maharaja , yang tengah duduk di Dampar Kencana, beliau terkenang akan ajaran ajaran Sang nenek Rajapatni , Mpu Sora , dan Mpu Sutasoma para Mahaguru tersebut telah mengajarkan tentang “ kepemimpinan”
“Seorang pemimpin memegang peranan yang sangat penting pada setiap sektor kehidupan , menentukan akan kesejahteraan dan eksistensi kerajaan dan kawulanya . Seorang pemimpin wajib memiliki sikap dapat dipercaya dan memiliki prinsif kuat karena berpegang pada nilai-nilai yang baik dan benar Dan jika seorang pemimpin tidak mampu memimpin dengan baik dan benar , maka apa yang dipimpin akan tercerai berai dan hancur berantakan.
Dalam Kitab Ittivutaka bagian Lokasutta, Buddha menyatakan bahwa pemimpin yang terpercaya adalah ia yang melaksanakan apa yang ia ajarkan.
Dalam kitab Digha Nikaya bagian Aganna Sutta seorang ‘raja’ adalah “Dhammena janam ranjetiti raja” berarti Ia yang membuat senang orang lain dengan Dharma, (dengan melaksanakan prinsip kebenaran)
Kemeriahan hari wisuda dan pesta rakyat selama tujuh hari di seluruh negeri Majapahit telah berakhir . namun tugas seorang Maharaja yang memiliki wilayah dan kekuasaan luas telah membentang di hadapan Sang Maharaja Hayam Wuruk , justru baru dimulai .
Hari itu tidak ada yang lebih penting selain memanggil Dewan Geopolitik dan Geostrategis kemaharajaan Majapahit yang di pimpin sang paman Amengkubhumi Gajah Mada. Peta , laporan laporan dan saran para pemangku jabatan terdengar seolah gemerincing swara pedang bertemu pedang di medan pertempuran , mendebur seperti swara ombak dipecahkan lunas lunas perkasa Jung jung Majapahit di samudera , meledak ledak seolah semburan cetbang menghantam dinding dinding pertahanan musuh….
Dan Sang Maharaja menatap sang BibiGuru yang sangat beliau hormati , yang sedang menatapnya dengan senyum penuh kebanggan , seolah berkata
“ ENGKAU SANG , WIRA MANDALIKA
CUCUNDA KESATRIA WIJAYA
ARUNGI SAMUDERA
JELAJAHI SEMUA NUSA “
Kalachakra2024
PEKIKHENING
Sumber Bacaan :
· REKOGNISI GAYA KEPEMIMPINAN HAYAM WURUK DALAM KITAB KAKAWIN NAGARAKRETAGAMA, Parjono
· Muljana, S. (2006). Menuju Puncak Kemegahan. Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara.
· Muljana, S. (2006). Tafsir Negarakertagama, Yogyakarta: Pt. LKiS Printing Cemerlang.
· Achmad, S. W. (2019). Sejarah Raja-Raja Majapahit. Yogyakarta: Arask
· Otoritas Perempuan Perempuan dan religiusitas Gyatri Rajapatni , Pranidhi, Widjajanti , Univ Indonesi
· The Legacy of Majapahit. Edited by John N. Miksic and Endang Sri Hardiati. Singapore: National Heritage Board,
1995.
· J. NOORDUYN , MAJAPAHIT IN THE FIFTEENTH CENTURY*