QBeritakan.com - Tiga calon wakil presiden (cawapres) yang berkontestasi dalam Pilpres 2024 beradu gagasan dalam debat yang digelar di Jakarta, Jumat (22/12) malam.
Debat Pilpres 2024 seri kedua mempertemukan tiga cawapres, yakni Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD.
Tema debat kali ini adalah ekonomi kerakyatan dan digital, keuangan, investasi, pajak, perdagangan, pengelolaan APBN-APBD, infrastruktur, dan perkotaan.
Debat cawapres ini diharapkan tidak sekadar mengumbar jargon, tapi membeberkan langkah nyata yang akan dilakukan terkait visi dan misi di bidang ekonomi.
Dengan begitu, menurut pengamat ekonomi kerakyatan dari UGM, Hempri Suyatna, masyarakat bisa menilai bahwa mereka betul-betul menguasai masalah dan tahu bagaimana cara mengatasinya.
Ketiga cawapres yang beradu argumen telah tiba beberapa saat sebelum debat dimulai, dengan cawapres Mahfud MD mengenakan pakaian daerah asalnya, Madura. Adapun capres Ganjar Pranowo mengenakan pakaian adat Rote.
Berikut rangkuman Debat Pilpres 2024 seri kedua yang dihimpun BBC News Indonesia beserta tanggapan para pakar.
Apa saja janji para cawapres soal isu ekonomi?
Gibran Rakabuming Bumi menjadi cawapres pertama yang menyuarakan visi dan misinya dalam Debat Pilpres 2024 seri kedua. Dia mengusung visi misi di bidang ekonomi yang "berkelanjutan, percepatan, dan penyempuraan."
Di atas panggung, dia menjelaskan bahwa nantinya Indonesia harus mampu keluar dari middle income trap (perangkap pendapatan menengah), keadaan ketika suatu negara berhasil mencapai tingkat pendapatan menengah tetapi tidak bisa keluar dari tingkatan menjadi negara maju.
Untuk itu kuncinya, menurut Gibran, menaikkan nilai tambah di dalam negeri di tengah gempuran resesi dan konflik geopolitik.
Jika terpilih, ia menjanjikan akan melanjutkan hilirisasi, bukan hanya di tambang, tapi juga pertanian, perikanan, dan digital.
Selain itu dia bersama Prabowo Subianto juga akan melanjutkan pemerataan pembangunan yang tak lagi "Jawa Sentris".
Kemudian, yang tak kalah penting adalah menggenjot ekonomi kreatif dan UMKM. Pasalnya Gibran mengeklaim, Indonesia memiliki 64 juta pelaku usaha kecil dan menengah yang menyumbangkan 61% dari PDB.
"Jika dipenuhi maka insyallah terbuka 19 juta lapangan kerja," ucapnya.
Gibran juga menyinggung bahwa pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang berkelanjutan akan membuka titik pertumbuhan ekonomi baru, membuka akses, dan konertivitas, serta lapangan kerja.
IKN juga klaimnya tak hanya menjadi bangunan pemerintah, tapi simbol pemerataan pembangunan di Indonesia dan simbol transformasi pembangunan di Indoensia.
Ia juga meyakini suatu saat nanti Indonesia akan menjadi raja energi hijau dunia dengan mengembangkan bio diesel, bio avtur dari sawit, dan bio etanol.
"Untuk menjadi Indonesia emas, dibutuhkan generasi emas, kita harus mampu mengubah feature talent dan future skill. Untuk digitalisasi akan siapkan anak-anak muda yang ahli AI, ahli bitcoin, ahli robotik, ahli perbankan syariah, dan anak muda ahli kripto."
Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dhenny Yuartha Junifta mengatakan bahwa tujuan ekonomi Indonesia ke depan adalah lepas dari income trap.
Sayangnya, dalam pernyataanya Gibran menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi saat ini dianggap resilien.
"Kondisi pertumbuhan saat ini tidak cukup untuk mengejar lepas dari jebakan. Minimal 7 persen agar kita bisa lepas dari jebakan tersebut," jelas Dhenny.
"Fokus hilirisasi saat ini lebih banyak fokus pada pelarangan ekspor. Hilirisasi model seperti ini tidak berkelanjutan. Retaliasasi (balasan) dari negara lain justru akan mengancam ekspor non migas kita," ujarnya kemudian.
Sementara itu, cawapres nomor urut 3 Mahfud MD memulai visi misinya dengan menghabiskan waktu sepanjang hampir 20 detik untuk mengucapkan selamat Hari Ibu, sebelum melanjutkannya dengan: "Dan sesudah ini kita lanjutkan pengabdian kita kepada Ibu Pertiwi."
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menyoroti maraknya korupsi di Indonesia sebagai penghalang terbesar untuk mencapai kemakmuran ekonomi.
"Ada yang bertanya kepada kami: 'mungkin tidak Anda mentargetkan mendapat pertumbuhan ekonomi 7% di dalam satu tahun karena di dalam sejarah reformasi tidak pernah sampai tumbuh sebanyak 7%'," tutur Mahfud MD.
Dia menambahkan bahwa, menurut pihak yang bertanya itu, tingkat pertumbuhan ekonomi setinggi itu hanya tercapai pada periode 1981-1991 pada era Orde Baru.
"Lalu pertanyaan itu saya sampaikan kepada beberapa orang ahli. Lalu mereka mengatakan hanya karena kebodohan kita, kita ini tidak bisa menaikkan pertumbuhan ekonomi menjadi 7% karena ini kita raya dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang hebat.
"Masalahnya apa? Masalahnya banyak korupsi dan inefisiensi di sektor-sektor pertumbuhan ekonomi yaitu sektor konsumsi, belanja pemerintah, ekspor-impor dan investasi."
Mahfud MD menyoroti hasil riset Transparansi Internasional yang mengatakan korupsi terjadi secara masif di eksekutif, yudikatif, dan legislatif "secara besar-besaran."
"Akibatnya apa? Rakyat miskin," ujarnya seraya mengutip beberapa individu yang dia temui di beberapa tempat di Indonesia yang mengeluhkan kondisi ini.
"Kita menginjak bumi, ada korupsi di tanah dan pertambangan. Kita ke laut - ada korupsi di masalah kelautan. Kita punya udara - pesawat terbang kita ternyata di udara juga banyak korupsi."
"Kuncinya adalah bagaimana kita memberantas korupsi," tutur Mahfud MD, yang juga menyorot mereka yang merasa diperas ketika ingin melakukan investasi atau melakukan usaha di Indonesia.
"Kalau kami bayar - padahal diperas. Lalu ketahuan, kami ditangkap. Katanya kami menyuap. Itulah Indonesia ini pada saat ini," tambahnya, kemudian menutup visi misinya dengan menegaskan pentingnya pemerataan ekonomi di Indonesia.
Dalam dokumen visi dan misinya, capres dan cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD menyodorkan ide "ekonomi unggul berdaya saing."
Tercantum di visi-misinya paslon ini menjanjikan 17 juta lapangan kerja baru, menciptakan lingkungan usaa yang mendukung pertumbuhan usaha ultra miko dan UMKM.
Kemudian komitmen memudahkan para pelaku UMKM berdagang di ruang publik.
Dalam pemaparan visi misinya, Muhaimin Iskandar - yang akrab disapa Cak Imin - menjabarkan sejumlah masalah ekonomi yang harus diberantas. Ia menggunakan kata “selepet” untuk menggambarkan upaya pemberantasan tersebut.
Pemerataan ekonomi dengan menaikkan pajak bagi orang kaya, sekaligus menurunkan pajak untuk warga menengah ke bawah.
Cak Imin juga berjanji akan memberantas mafia dalam perdagangan Indonesia.
Lebih jauh, Cak Imin mengklaim bakal mengurangi angka pengangguran yang saat ini mencapai 8 juta jiwa. Namun, 80 juta lainnya bekerja di sektor informal yang pendapatannya tidak pasti.Ia juga berjanji akan melanjutkan, bahkan menambah program bansos.
Cak Imin juga menjanjikan 5 persen APBN, sekitar Rp150 triliun, untuk kaum muda, salah satunya melalui program Kredit Usaha Anak Muda.
Ia juga berjanji akan memberikan Rp5 miliar per desa tiap tahun.
Capres dan cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar mengusung ide "pemerataan ekonomi" dalam visi dan misinya.
Untuk mencapai itu beberapa langkah yang ditempuh yakni mewujudkan alokasi APBN yang lebih mencerminkan upaya mengurangi kemiskinan dan ketimpangan ekonomi.
Kemudian melakukan reformasi kebijakan untuk memungkinkan para pekerja informal mendapatkan akses kredit dari lembaga keuangan.
Selain itu juga memperbaiki infrastruktur di daerah tertinggal untuk meningkatkan akses masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi produktif.
Namun begitu, salah satu janji yang diumbar cawapres Muhaimin Iskandar jika menang nanti adalah "memberikan akses permodalan sebesar Rp10 juta kepada anak muda yang ingin usaha."
Modal itu diberikan tanpa agunan dan tanpa bunga.
Adu argumen soal ekonomi kerakyatan
Di sesi pertama debat cawapres, tema yang dibahas mengenai ekonomi kerakyatan.
Pertanyaan dari panelis yang muncul adalah bagaimana kebijakan pasangan calon untuk mengatasi digitalisasi yang berpotensi merugikan usaha dan mitra konsumen melalui penyalahgunaan data digital?
Cawapres nomor urut 3, Mahfud MD, mengatakan kebijakan yang terkait dengan data digital sudah dibuat dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Namun begitu, persoalan data digital yang masif terjadi saat ini dan menjerat masyarakat adalah pinjaman online alias pinjol.
"Kasus pinjol sangat problematik karena dia dibuat secara hukum perdata, lewat gawai. Rakyat yang tidak tahu langsung mengiyakan syarat-syarat pinjaman online tanpa mengetahui dampak negatifnya," ucap Mahfud MD.
Mahfud mengambil contoh kasus seorang guru di Semarang, Jawa Tengah, yang meminjam uang dari pinjol sebesar Rp500.000 tapi utang yang harus dibayar menjadi Rp240 juta lantaran bunga yang berkali lipat.
Sebagai Menkopolhukam, dia mengaku pernah menyampaikan ke Polri soal kasus-kasus pinjol. Tapi Polri klaimnya, enggan menangani persoalan ini lantaran ranahnya hukum perdata.
Begitu pula Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyebut kasus pinjol bukan kewenangan mereka sebab pinjol-pinjol tersebut ilegal.
Cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, menyebut perkembangan teknologi, digital, dan kemampuan UMKM masih terjadi gap atau kesenjangan.
Untuk itu harus ditindaklanjuti, selain memberesi persoalan pinjol yang sudah merajalela.
"Di sisi lain, membutuhkan kapasitas teknologi supaya bisa membenahi kecepatan internet yang masih rendah," imbuhnya.
Sedangkan cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, mengatakan selain masalah pinjol permasalahan lain yang harus dicemati adalah pencurian data.
Selain itu yang perlu ditekankan, katanya, bagaimana para pelaku usaha e-commerce bisa mengikuti regulasi yang ada. Sehingga tidak ada lagi yang disebutnya barang-barang lintas negara membunuh UMKM.
"Kita harus melindungi UMKM, ke depan yang kita siapkan harus ada penguatan sumber daya manusia. Manusianya, digitalnya, karena itu kita ingin anak muda ikut andil dalam hilirisasi digital yang kita canangkan sebentar lagi," tutur Gibran.
Adu argumen soal prioritas anggaran
Dalam sesi debat kedua, para cawapres dihadapkan pada pertanyaan mengenai prioritas anggaran pemerintah lebih untuk pembangunan infrastruktur fisik atau sumber daya manusia (SDM).
Gibran mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur fisik dan SDM harus dilakukan secara paralel.
Ia kemudian mengatakan bahwa tidak semua program pembangunan harus dibiayai dari APBN. Ia lantas menarik contoh proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
“Banyak yang gagal paham. Tidak 100 persen pembangunan IKN menggunakan APBN. Yang digunakan hanya 20 persen, sisanya investasi dari swasta dan investasi dari luar negeri,” katanya.
Menurut Gibran, pekerjaan rumah pemerintah saat ini adalah menambah penerimaan negara. Untuk itu, mereka akan membentuk badan penerimaan negara yang dikomandoi oleh presiden sehingga koordinasi antar-kementerian lebih luwes.
Mahfud kemudian menanggapi jawaban Gibran mengenai anggaran IKN.
“Sampai sekarang belum ada satu pun investor yang masuk ke sana. Kalau ada sebutkan, dua atau satu, investor mana yang sudah masuk ke sana?” tanya Mahfud.
“Yang saya dengar justru ada ratusan ribu hektar tanah yang sudah kuasai oleh pengusaha-pengusaha tertentu.”
Mahfud mengaku setuju pemerintah harus menarik investor ke IKN, agar pendanannya sesuai dengan rencana semula, bukan hanya dari APBN.
Sementara itu, Cak Imin menanggapi dengan menyatakan bahwa pemerintah harus mengetahui prioritas. Menurutnya, anggaran pembangunan IKN seharusnya bisa digunakan untuk membangun berbagai sektor lain di Kalimantan.
Menanggapi pertanyaan Mahfud, Gibran mengklaim bahwa sudah banyak investasi masuk IKN dan masih akan terus bertambah.
Direktur Riset CORE Indonesia, Akhmad Akbar Susamto, menganggap jawaban masing-masing cawapres soal prioritas pembangunan infrastruktur atau SDM secara normatif sudah benar.
Namun, ia meragukan klaim Gibran soal investor IKN tidak meyakinkan.
“Penjelasan Gibran tentang keberadaan investor IKN tidak meyakinkan. Pak Jokowi sendiri baru-baru ini mengakui belum ada investor asing masuk,” kata Akhmad kepada BBC News Indonesia.
Dalam kunjungan ke IKN pada Rabu lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa investor dalam negeri sudah berbondong-bondong ke proyek ibu kota baru itu, tapi bukan secara langsung investor asing.
“Selama yang di domestik masih berbondong-bondong, saya kira—tapi juga sebetulnya yang investor dalam negeri pun sebetulnya itu pun sudah partner-an sama yang asing," ujar Jokowi.
"Satu-dua saya tahu sudah partner-an dengan asing. Sebetulnya juga sama saja.”
Sementara itu, pengamat tata kota dan arsitektur Universitas Gadjah Mada, Yayat Supriatna, mengamini bahwa dana awal pembangunan IKN memang harus dari APBN.
“Yang menjadi isu yang belum terjawab dari paslon 2 [Gibran] adalah angka 2 % dari APBN. Berapa besar komposisinya dan sampai kapan,” ucapnya.
Ide bangun 40 kota setara Jakarta dipertanyakan
Dhenny Yuartha Junifta, peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development INDEF, mempertanyakan ide Muhaimin untuk membangun 40 kota setara Jakarta, dia mengatakan: "Penambahan kota-kota baru sama halnya dengan membangun proyek-proyek mercusuar baru."
"Anggaran kita sangat terbatas soal ini," ujarnya kepada BBC Indonesia.
Menanggapi sindiran Gibran kepada Muhaimin atas pernyataannya yang dinilai kontradiktif sebab ingin membangun kota selevel Jakarta tetapi tidak mendukung IKN, Dhenny merasa Gibran "berhasil mengeksploitasi celah yang ditunjukkan oleh Pak Muhaimin."
"Penjelasan Pak Muhaimin bisa juga dimaknai dengan membangun kota baru, bukan mengembangkan modernisasi kota baru," ujar Dhenny.
"Di sisi lain, sindiran Pak Gibran sebenarnya juga punya celah lainnya, bahwa modernisasi kota tanpa peningkatan pusat bisnis maka akan berisiko pada kegagalan. IKN baru meninggalkan jantung kota sesungguhnya," tukas Dhenny, yang mengumpamakan IKN seperti: “membangun tanpa pusat bisnis yang berkembang”.
Sementara pengamat tata kota dan arsitektur UGM Yayat Supriatna juga mempertanyakan ide Muhaimin tentang pembangunan 40 kota setara Jakarta yang diutarakan Muhaimin.
"Ini seperti mimpi... dalam lima tahun 40 kota setara Jakarta. Karena kapasitas fiskal setiap daerah sangat berbeda. Kota kota kita masih setengah mandiri dari sisi keuangan. Belanja daerah untuk infrastruktur fisik hanya sekitar 20 atau 30 persen dari APBD. Sisanya untuk kebutuhan internal pembiayaan operasional Pemerintah Daerah," tutur Yayat kepada BBC News Indonesia.
"Hampir sebagian besar kota-kota besar masih sangat tergantung dari bantuan pusat untuk sektor transportasi atau sektor strategis lainnya. Dan hampir setiap bantuan pusat daerah tidak punya dana pendamping anggaran dari pusat. Karena terganjal di DPRD yang anggotanya sebagian tidak paham tentang kebijakan dari program pusat," imbuhnya.
Yayat menambahkan bahwa pada prakteknya: "banyak bantuan pusat yang tidak efektif". Dia mencontohkan bantuan pembangunan pelabuhan laut yang tidak dibarengi dengan pemda membangun jalan atau menyiapkan sarana transportasi.
"Akibatnya banyak bantuan pusat yang mangkrak atau tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan," ujar Yayat.
Lebih lanjut, Yayat juga mempertanyakan bagaimana Jakarta bisa dijadikan contoh keberhasilan untuk membangun. Menurutnya: "Membangun kota setara Jakarta juga punya KPI = Key Performance Indikator. Ukuran/ Indikator keberhasilan Jakarta juga tidak jelas dan banyak yang tidak tercapai. Jadi jangan kesannya hanya terbangun tanpa ada ukuran kinerjanya."
"Belajar dari IKN, dibangun dengan KPI yang jelas dan harus tercapai. Kalau Jakarta tidak punya KPI, bagaimana dengan kota lain yang juga akan dibangun. KPI-nya tidak jelas," ujarnya.
Yayat juga menyoroti kepentingan daerah yang sering tidak selaras dengan kebijakan pemerintah pusat.
"Membangun 40 kota di Indonesia suka bentrok dengan kepentingan Kepala Daerah yang sering berganti-ganti kebijakan dan sering tidak bersinergi dgn kebijakan pusat. Ini yang seharusnya dijelaskan oleh para Cawapres," tutur Yayat.
"Jakarta jangan dijadikan contoh indikator keberhasilan. Karena Jakarta tidak pas sebagai contoh keberhasilan. Banyak kota-kota lain dunia yang bisa contoh model sebagai cara untuk belajar membangun kota," pungkasnya.