QBeritakan.com - Merespon pembubaran massa berujung penangkapan sejumlah warga Nagari Air Bangis, Pasaman Barat, Sumatera Barat oleh kepolisian, Sabtu (05/08/2023), Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat Yefri Heriani menyayangkan sikap Mahyeldi, Gubernur Sumbar, yang terlihat enggan menemui rakyat sendiri yang datang jauh-jauh dari Ais Bangis guna menyampaikan aspirasi.
Dalam rilis persnya, Yefri mengatakan seharusnya sebagai pelayan masyarakat, dengan pengamanan yang memadai, Gubernur menemui masyarakatnya itu.
“Terlepas, apakah Gubernur akan mengabulkan aspirasi masyarakat, namun sebagai kepala daerah sudah seharusnya memperlihatkan sikap yang bijak dengan melayani dan menemui langsung masyarakatnya itu,” katanya dalam rilis kepada media, Minggu (06/08/2023).
Gubernur, hanya tampak sekali secara tak terduga datang ke Masjid Raya Sumbar untuk sholat subuh. Dan justru, memperlihat sikap yang terkesan emosional, saat ditemui masyarakat saat keluar dari masjid di pagi hari.
“Sikap semacam ini, kami duga telah memancing masyarakat yang membuat mereka terus bertahan. Karena secara langsung, tak dapat bertemu dengan Gubernur. Gubernur justru terlihat tak membesarkan hati rakyat dengan membujuknya untuk pulang ke Air Bangis,” katanya menambahkan.
Yefri menegaskan, kegagalan pemerintah berkomunikasi dengan masyarakat, membuat masyakarat justru dipulangkan secara paksa. Sayang sekali, upaya ini dicederai dengan tangisan masyarakat, dan ditahannya 17 orang masyarakat.
Ombudsman mempertanyakan penangkapan itu, karena yang ditangkap juga advokat dan pendamping masyarakat, yang sejatinya sedang mengerjakan tugasnya sebagai pengacara dan aktivis sipil.
Apalagi, menangkap tokoh masyarakat, juga ditahan tidak dalam sedang demo. Justru sedang beristirahat di Masjid. Ombudsman meminta Kapolda memeriksa kembali perilaku dan prosedur aparatnya itu.
“Jangan sampai, cara-cara polisi justru menyimpang dari tugas tugas mulianya; menegakkan hukum secara adil, melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat,” katanya.
Adel Wahidi, selaku Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi menambahkan bahwa pemerintah seharusnya lebih pandai dan cekatan dalam menangani masalah ini.
“Ada nada-nada rasis juga dalam masalah ini. Tentu kita tidak ingin masalah ini, jadi masalah konflik horizontal. Pemerintah, bersama aparat harus memberikan jaminan rasa aman untuk mereka tetap bisa berdiam, mendapat akses/layanan ekonomi, pendidikan dan sosial di Air Bangis,” katanya.
Ombudsman juga meminta Gubernur untuk memeriksa kembali, apakah benar tanah yang akan dijadikan lokasi PSN telah clean dan clear, seperti yang disebut Gubernur dalam surat pengusulan PSN itu ke Kemenko Maritim dan Investasi.
Ombudsman Sumbar akan melakukan Inisiatif Investigasi guna memeriksa dan berbagai dugaan Maladministrasi dan proses pengusulan PSN di Air Bangis, dan penangan demo di Kantor Gubernur dan pemulangan paksa masyarakat, serta penangkapan advokat, wartawan dan tokoh masyarakat.
Dalam rilis persnya, Yefri mengatakan seharusnya sebagai pelayan masyarakat, dengan pengamanan yang memadai, Gubernur menemui masyarakatnya itu.
“Terlepas, apakah Gubernur akan mengabulkan aspirasi masyarakat, namun sebagai kepala daerah sudah seharusnya memperlihatkan sikap yang bijak dengan melayani dan menemui langsung masyarakatnya itu,” katanya dalam rilis kepada media, Minggu (06/08/2023).
Gubernur, hanya tampak sekali secara tak terduga datang ke Masjid Raya Sumbar untuk sholat subuh. Dan justru, memperlihat sikap yang terkesan emosional, saat ditemui masyarakat saat keluar dari masjid di pagi hari.
“Sikap semacam ini, kami duga telah memancing masyarakat yang membuat mereka terus bertahan. Karena secara langsung, tak dapat bertemu dengan Gubernur. Gubernur justru terlihat tak membesarkan hati rakyat dengan membujuknya untuk pulang ke Air Bangis,” katanya menambahkan.
Yefri menegaskan, kegagalan pemerintah berkomunikasi dengan masyarakat, membuat masyakarat justru dipulangkan secara paksa. Sayang sekali, upaya ini dicederai dengan tangisan masyarakat, dan ditahannya 17 orang masyarakat.
Ombudsman mempertanyakan penangkapan itu, karena yang ditangkap juga advokat dan pendamping masyarakat, yang sejatinya sedang mengerjakan tugasnya sebagai pengacara dan aktivis sipil.
Apalagi, menangkap tokoh masyarakat, juga ditahan tidak dalam sedang demo. Justru sedang beristirahat di Masjid. Ombudsman meminta Kapolda memeriksa kembali perilaku dan prosedur aparatnya itu.
“Jangan sampai, cara-cara polisi justru menyimpang dari tugas tugas mulianya; menegakkan hukum secara adil, melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat,” katanya.
Adel Wahidi, selaku Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi menambahkan bahwa pemerintah seharusnya lebih pandai dan cekatan dalam menangani masalah ini.
“Ada nada-nada rasis juga dalam masalah ini. Tentu kita tidak ingin masalah ini, jadi masalah konflik horizontal. Pemerintah, bersama aparat harus memberikan jaminan rasa aman untuk mereka tetap bisa berdiam, mendapat akses/layanan ekonomi, pendidikan dan sosial di Air Bangis,” katanya.
Ombudsman juga meminta Gubernur untuk memeriksa kembali, apakah benar tanah yang akan dijadikan lokasi PSN telah clean dan clear, seperti yang disebut Gubernur dalam surat pengusulan PSN itu ke Kemenko Maritim dan Investasi.
Ombudsman Sumbar akan melakukan Inisiatif Investigasi guna memeriksa dan berbagai dugaan Maladministrasi dan proses pengusulan PSN di Air Bangis, dan penangan demo di Kantor Gubernur dan pemulangan paksa masyarakat, serta penangkapan advokat, wartawan dan tokoh masyarakat.