QBeritakan.com - Kata bapakku tidak usah menawar dagangan di pasar, karena para penjual kebanyakan sudah menyesuaikan harga seramah mungkin untuk kantong pelanggannya. Tapi aku dan ibuku terkadang masih bandel, kami suka menawar dagangan mereka.
Selain mencari peruntungan, juga mengasah cara bernego yang baik dengan mereka. Hahaha, memang para pembeli usil kita berdua itu. Tapi memang begitu adanya, kan? Kebanyakan para pembeli di pasar itu sering menego barang belanjaan dengan dalih harga sahabat. malah bukan lagi mengobral tapi sudah ke tahap minta bonus.
Tawar-menawar memang ciri khas kegiatan di pasar. Tapi jangan disamakan dengan yang dilakukan Prabowo akhir-akhir ini juga, ya. Ya mungkin sedikit geram melihat usahanya menggencarkan aksi manipulatif, sedangkan yang punya nama nampak risih. Bahkan orang terdekat di sekitarnya juga menentang keagresifan capres dari Gerindra itu.
Apa sih memangnya? Oh iya, aku belum menyebutkan masalah utamanya. Kalian sudah dengar pemberitaan tentang Gibran Rakabuming Raka yang akan diangkat menjadi cawapresnya Prabowo, bukan?
Sebelum hari ini datang, selentingan isu memang sudah mengudara dengan mulus. Presiden Jokowi sebagai ayah Gibran sekaligus politisi negara juga pernah menanggapinya bulan Mei lalu. pendapatnya jelas tidak setuju karena memang peran Gibran belum maksimal dalam pemerintahan.
Walaupun dua tahun terakhir dengan jabatannya sebagai Wali Kota Solo sudah bisa dibilang berbuah manis, bukan berarti dia mampu jadi wakil orang nomor satu di negara ini. Skalanya belum luas, masalah yang dihadapi pun belum sekompleks wakil rakyat di jabatan lain atau sekelas Gubernur yang membawahi kabupaten dan kota-kota dalam provinsinya.
Jadi ya pantas dan wajar pendapat itu tidak mengenakkan bagi Prabowo maupun PSI yang juga menggencarkan usahanya mengusung Gibran sebagai cawapres.
Bukan hanya Prabowo, tapi ada pelaku lain yang melayangkan gugatan ke MK untuk mengubah pasal tentang batas minimal cawapres. Minimal 35 tahun gugatannya. Kenapa tidak 25 tahun atau malah 30 tahun? Ya karena tujuan mereka hanya menyasar Gibran seorang.
Walau tidak Prabowo langsung yang mengajukan gugatan itu. Justru kadernya yang mewakili keinginnanya itu. Hoho, semakin terbentuk bukan polanya??? Bukan hanya bupati yang jadi kader Gerindra, ada PSI yang kemarin juga dihampiri Prabowo.
Selain mencari peruntungan, juga mengasah cara bernego yang baik dengan mereka. Hahaha, memang para pembeli usil kita berdua itu. Tapi memang begitu adanya, kan? Kebanyakan para pembeli di pasar itu sering menego barang belanjaan dengan dalih harga sahabat. malah bukan lagi mengobral tapi sudah ke tahap minta bonus.
Tawar-menawar memang ciri khas kegiatan di pasar. Tapi jangan disamakan dengan yang dilakukan Prabowo akhir-akhir ini juga, ya. Ya mungkin sedikit geram melihat usahanya menggencarkan aksi manipulatif, sedangkan yang punya nama nampak risih. Bahkan orang terdekat di sekitarnya juga menentang keagresifan capres dari Gerindra itu.
Apa sih memangnya? Oh iya, aku belum menyebutkan masalah utamanya. Kalian sudah dengar pemberitaan tentang Gibran Rakabuming Raka yang akan diangkat menjadi cawapresnya Prabowo, bukan?
Sebelum hari ini datang, selentingan isu memang sudah mengudara dengan mulus. Presiden Jokowi sebagai ayah Gibran sekaligus politisi negara juga pernah menanggapinya bulan Mei lalu. pendapatnya jelas tidak setuju karena memang peran Gibran belum maksimal dalam pemerintahan.
Walaupun dua tahun terakhir dengan jabatannya sebagai Wali Kota Solo sudah bisa dibilang berbuah manis, bukan berarti dia mampu jadi wakil orang nomor satu di negara ini. Skalanya belum luas, masalah yang dihadapi pun belum sekompleks wakil rakyat di jabatan lain atau sekelas Gubernur yang membawahi kabupaten dan kota-kota dalam provinsinya.
Jadi ya pantas dan wajar pendapat itu tidak mengenakkan bagi Prabowo maupun PSI yang juga menggencarkan usahanya mengusung Gibran sebagai cawapres.
Bukan hanya Prabowo, tapi ada pelaku lain yang melayangkan gugatan ke MK untuk mengubah pasal tentang batas minimal cawapres. Minimal 35 tahun gugatannya. Kenapa tidak 25 tahun atau malah 30 tahun? Ya karena tujuan mereka hanya menyasar Gibran seorang.
Walau tidak Prabowo langsung yang mengajukan gugatan itu. Justru kadernya yang mewakili keinginnanya itu. Hoho, semakin terbentuk bukan polanya??? Bukan hanya bupati yang jadi kader Gerindra, ada PSI yang kemarin juga dihampiri Prabowo.
Apa lagi tujuannya kalau bukan membentuk koalisi untuk mengusung Prabowo-Gibran? Tapia da banyak rem dari laju cepat seorang Prabowo. Jelas datangnya dari pemilik nama, yang suka diapeli Prabowo di Solo.
Yap, Gibran sudah mengatakan tidak ada niatan untuk melesat jauh bersama Prabowo, dalam kontestasi pilpres nanti. Bahkan si sulung dari Jokowi-Iriana itu pernah menanggapi dengan selorohan “Aku neng Solo wae”.
Pun dengan Jokowi yang mengungkapkan pendapatnya kembali ketegasan tentang tidak setujunya Gibran naik ke panggung pilpres tahun 2024 nanti. Hal itu diungkapkan saat Jokowi mengobrol asyik dengan Ulin Yusron di LRT Jabodebek kemarin tanggal 4 Agustus.
Obrolan keduanyapun disampaikan dalam laman instagram Bang Ulin. Apa ya aku menyebut seorang Ulin ini… em bisa relawan aselinya Jokowi, bisa rakyat biasa juga.
Banyak cerita yang mengalir dalam obrolan keduanya. Termasuk adanya oknum yang menggunakan nama presiden untuk mengambil sebuah keputusan. Rasanya sudah risih saja, namanya sebagai pemimpin justru diseret kemana-mana demi kebutuhan sekelompok oknum yang sulit dimintai pertanggjawabannya.
Bahkan Jokowi sempat mengatakan kalimat menohok sekaligus bertanya, mengapa selalu mengatasnamakan dirinya dalam setiap langkah.
Ya kalian tahu sendiri parpol mana yang kemarin mengutarakan tegak lurus pada Jokowi, dan keputusannya diambil 22 Agustus nanti adalah berdasarkan pilihan Jokowi. Wow, keren bukan? Tapi sesaat doang, karena yang punya nama sudah mulai gerah nih, guys.
Aku rasa tidak perlu lah menampakkan nama Jokowi demi menunjukkan keeksitensiannya. Ketidaksetujuan Gibran menjadi cawapres sudah dihempaskan Jokowi dengan sangat terang. Eks Wali Kota Solo itu melemparkan pernyataan kuat tak terbantah, agar tidak memilih anaknya menjadi cawapres.
Kata Jokowi “ga usah”, “cari saja yang lain”! Kurang jelas apa lagi sih kawan, kalo si bapak sudah bilang begitu??? Bukannya menunjukkan prestasinya, semakin kesini kenapa Prabowo hanya memperlihatkan kehebatannya?
Ya salah satunya mengubah UU tentang umur cawapres tadi. Memang bukan dia langsung, tentu semua paham siapa dibalik penggugatnya. Kader yang tadi dianggap sebagai ban serep. Bukan dilatih menjadi seorang pemimpin tapi untuk menyuarakan kepentingan sang ketum. Oh bukan masalah besar sepertinya, selama itu titah sang ketum atau malah ajudan setianya yang mengurusi semua keputusan politik sang ketum, its okey saja.
Tapi yang dilakukan Prabowo ini juga mempermalukan Jokowi. Lho kok bisa? Bisa saja, karena pencapresan Gibran hanya membawa luka bagi hasil reformasi 1998 tentang semangat nepotisme. Jokowi tidak mau legasi pemerintahannya dirusak oleh rencana tanpa dasar tentang pencawapresan putranya.
Itu akan sama halnya dengan yang dilakukan Prabowo terhadap partainya. Seperti tidak ada kader lain, sehingga yang dicalonkan dalam setiap kontestasi pilpres hanya dirinya sebagai pemilik dan pendiri partai.
Jokowi tidak akan seperti itu, karena proses membentuknya seperti sekarang. Maka itulah yang ingin ditularkan sang presiden kepada anak-anaknya dan generasi bangsa di negara ini. Tentang proses yang tidak akan mengkhianati hasil. Tentang menikmati proses, hingga membuat cerita hidup yang baik dan terhindarkan dari pola instan keberhasilan.
Cukup mie instan yang jadi favorit kita saja, jangan diaplikasikan dalam hidup ya, kawan. Kalau sudah begitu, akankah Prabowo masih menawar harga mahal dari kesepakatan politik tadi? Kita lihat saja sampai mana jalur Prabowo untuk mengobral langkahnya kepada Gibran dan Jokowi.
Nikmatul Sugiyarto
Yap, Gibran sudah mengatakan tidak ada niatan untuk melesat jauh bersama Prabowo, dalam kontestasi pilpres nanti. Bahkan si sulung dari Jokowi-Iriana itu pernah menanggapi dengan selorohan “Aku neng Solo wae”.
Pun dengan Jokowi yang mengungkapkan pendapatnya kembali ketegasan tentang tidak setujunya Gibran naik ke panggung pilpres tahun 2024 nanti. Hal itu diungkapkan saat Jokowi mengobrol asyik dengan Ulin Yusron di LRT Jabodebek kemarin tanggal 4 Agustus.
Obrolan keduanyapun disampaikan dalam laman instagram Bang Ulin. Apa ya aku menyebut seorang Ulin ini… em bisa relawan aselinya Jokowi, bisa rakyat biasa juga.
Banyak cerita yang mengalir dalam obrolan keduanya. Termasuk adanya oknum yang menggunakan nama presiden untuk mengambil sebuah keputusan. Rasanya sudah risih saja, namanya sebagai pemimpin justru diseret kemana-mana demi kebutuhan sekelompok oknum yang sulit dimintai pertanggjawabannya.
Bahkan Jokowi sempat mengatakan kalimat menohok sekaligus bertanya, mengapa selalu mengatasnamakan dirinya dalam setiap langkah.
Ya kalian tahu sendiri parpol mana yang kemarin mengutarakan tegak lurus pada Jokowi, dan keputusannya diambil 22 Agustus nanti adalah berdasarkan pilihan Jokowi. Wow, keren bukan? Tapi sesaat doang, karena yang punya nama sudah mulai gerah nih, guys.
Aku rasa tidak perlu lah menampakkan nama Jokowi demi menunjukkan keeksitensiannya. Ketidaksetujuan Gibran menjadi cawapres sudah dihempaskan Jokowi dengan sangat terang. Eks Wali Kota Solo itu melemparkan pernyataan kuat tak terbantah, agar tidak memilih anaknya menjadi cawapres.
Kata Jokowi “ga usah”, “cari saja yang lain”! Kurang jelas apa lagi sih kawan, kalo si bapak sudah bilang begitu??? Bukannya menunjukkan prestasinya, semakin kesini kenapa Prabowo hanya memperlihatkan kehebatannya?
Ya salah satunya mengubah UU tentang umur cawapres tadi. Memang bukan dia langsung, tentu semua paham siapa dibalik penggugatnya. Kader yang tadi dianggap sebagai ban serep. Bukan dilatih menjadi seorang pemimpin tapi untuk menyuarakan kepentingan sang ketum. Oh bukan masalah besar sepertinya, selama itu titah sang ketum atau malah ajudan setianya yang mengurusi semua keputusan politik sang ketum, its okey saja.
Tapi yang dilakukan Prabowo ini juga mempermalukan Jokowi. Lho kok bisa? Bisa saja, karena pencapresan Gibran hanya membawa luka bagi hasil reformasi 1998 tentang semangat nepotisme. Jokowi tidak mau legasi pemerintahannya dirusak oleh rencana tanpa dasar tentang pencawapresan putranya.
Itu akan sama halnya dengan yang dilakukan Prabowo terhadap partainya. Seperti tidak ada kader lain, sehingga yang dicalonkan dalam setiap kontestasi pilpres hanya dirinya sebagai pemilik dan pendiri partai.
Jokowi tidak akan seperti itu, karena proses membentuknya seperti sekarang. Maka itulah yang ingin ditularkan sang presiden kepada anak-anaknya dan generasi bangsa di negara ini. Tentang proses yang tidak akan mengkhianati hasil. Tentang menikmati proses, hingga membuat cerita hidup yang baik dan terhindarkan dari pola instan keberhasilan.
Cukup mie instan yang jadi favorit kita saja, jangan diaplikasikan dalam hidup ya, kawan. Kalau sudah begitu, akankah Prabowo masih menawar harga mahal dari kesepakatan politik tadi? Kita lihat saja sampai mana jalur Prabowo untuk mengobral langkahnya kepada Gibran dan Jokowi.
Nikmatul Sugiyarto