QBeritakan.com - SAAT ini judi online kian marak dan sudah menjadi fenomena di masyarakat. Beberapa orang bahkan terang-terangan ikutan judi online, seraya pamer hasil yang didapat.
Pandemi Covid-19 menjadi salah satu pemicu semakin banyaknya orang yang melakukan judi online. Bukan hanya menyambung hidup, tapi juga mengisi waktu luang sambil ngumpulin duit.
Sialnya, banyak dari pemain judi online yang akhirnya ketagihan. Tak sedikit mereka terlilit hutang yang pada ujungnya cari duit di pinjaman online. Lingkaran setan ini begitu dekat dengan masyarakat zaman now, bukan begitu?
Karena kondisi tersebut, banyak orang di era modern seperti sekarang yang depresi. Merasa cemas setiap hari karena dikejar-kejar hutang. Kondisi semacam ini tentu berkaitan dengan masalah kesehatan mental.
Menjawab itu, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Konsultan Psikiatri Adiksi Departemen Medik Kesehatan Jiwa FKUI RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Dr dr Kristiana Siste, SpKJ(K) menjelaskan bahwa ketagihan judi online dikategorikan sebagai gangguan jiwa.
"Kecanduan judi ini masuk dalam klasifikasi gangguan jiwa yang mana sudah ada lebih lama dibandingkan ketagihan gim," jelas dr Kristi dalam tayangan Live Instagram @rscm.kencana.
1. Apabila perilaku judi tersebut sifatnya sudah kehilangan kontrol, yang terdiri dari dilakukan kapan saja tidak mengenal waktu, tidak bisa menahan impuls untuk melakukannya, dan durasi aktivitasnya panjang.
Lalu, dalam gangguan judi ini bisa juga terkait dengan repetisi aktivitas dilakukan lebih sering. Jadi, biasanya satu jam satu kali main, sekarang per menit sudah berganti sesi.
2. Semakin meningkatkan prioritas untuk melakukan perilaku tersebut. Artinya ada gangguan di ranah kehidupan lain. 3. Walau sudah ada dampak negatif, pelaku tetap meneruskan bahkan meningkatkan intensitas untuk berjudi.
"Kalau sudah masuk ke dalam 3 area itu dan berlangsung 12 bulan atau kurang bila dampak negatif yang dialami besar, maka bisa dikatakan ada gangguan judi," jelas dr Kristi.
Ia mengingatkan untuk tidak melakukan diagnosis sendiri (self-diagnosis) pada ranah gangguan kecanduan judi ini. Diperlukan asesmen atau pemeriksaan lebih lanjut sampai seseorang didiagnosis kecanduan judi.
Pandemi Covid-19 menjadi salah satu pemicu semakin banyaknya orang yang melakukan judi online. Bukan hanya menyambung hidup, tapi juga mengisi waktu luang sambil ngumpulin duit.
Sialnya, banyak dari pemain judi online yang akhirnya ketagihan. Tak sedikit mereka terlilit hutang yang pada ujungnya cari duit di pinjaman online. Lingkaran setan ini begitu dekat dengan masyarakat zaman now, bukan begitu?
Karena kondisi tersebut, banyak orang di era modern seperti sekarang yang depresi. Merasa cemas setiap hari karena dikejar-kejar hutang. Kondisi semacam ini tentu berkaitan dengan masalah kesehatan mental.
Lantas, apakah ketagihan judi online bagian dari gangguan jiwa?
Menjawab itu, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Konsultan Psikiatri Adiksi Departemen Medik Kesehatan Jiwa FKUI RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Dr dr Kristiana Siste, SpKJ(K) menjelaskan bahwa ketagihan judi online dikategorikan sebagai gangguan jiwa.
"Kecanduan judi ini masuk dalam klasifikasi gangguan jiwa yang mana sudah ada lebih lama dibandingkan ketagihan gim," jelas dr Kristi dalam tayangan Live Instagram @rscm.kencana.
1. Apabila perilaku judi tersebut sifatnya sudah kehilangan kontrol, yang terdiri dari dilakukan kapan saja tidak mengenal waktu, tidak bisa menahan impuls untuk melakukannya, dan durasi aktivitasnya panjang.
Lalu, dalam gangguan judi ini bisa juga terkait dengan repetisi aktivitas dilakukan lebih sering. Jadi, biasanya satu jam satu kali main, sekarang per menit sudah berganti sesi.
2. Semakin meningkatkan prioritas untuk melakukan perilaku tersebut. Artinya ada gangguan di ranah kehidupan lain. 3. Walau sudah ada dampak negatif, pelaku tetap meneruskan bahkan meningkatkan intensitas untuk berjudi.
"Kalau sudah masuk ke dalam 3 area itu dan berlangsung 12 bulan atau kurang bila dampak negatif yang dialami besar, maka bisa dikatakan ada gangguan judi," jelas dr Kristi.
Ia mengingatkan untuk tidak melakukan diagnosis sendiri (self-diagnosis) pada ranah gangguan kecanduan judi ini. Diperlukan asesmen atau pemeriksaan lebih lanjut sampai seseorang didiagnosis kecanduan judi.