QBeritakan.com - Pengadilan Negeri (PN) Padang mendenda maskapai Lion Air sebesar Rp 39,9 juta di kasus koper penumpang hilang milik Yonnis Fendri. Denda ini jauh di atas Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 77 Tahun 2011.
Hal itu tertuang dalam putusan PN Padang yang dilansir websitenya, Minggu (11/6/2023). Di mana kasus bermula saat penumpang Lion Air, Yonnis Fendri, bepergian dari Bandar Lampung ke Padang pada 25 November 2022. Perjalanan transit di Bandara Soekarno-Hatta. Sesampainya di Bandara Internasional Minangkabau, koper Yonnis Fendri hilang.
Atas kehilangan itu, Yonnis Fendri meminta ganti rugi yang sepadan. Tapi pihak Lion Air mau mengganti berdasarkan Permenhub Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Yonnis Fendri tidak terima dan mengajukan gugatan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Padang.
Lion Air menyatakan siap mengganti rugi sesuai Pasal ayat 1 Permenhub 77/2011 yang berbunyi:
Jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang mengalami kehilangan, musnah atau rusaknya bagasi tercatat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c ditetapkan sebagai berikut:
a. Kehilangan bagasi tercatat atau isi bagasi tercatat atau bagasi tercatat musnah diberikan ganti kerugian sebesar Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per kg dan paling banyak Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah) per penumpang; dan
b. Kerusakan bagasi tercatat, diberikan ganti kerugian sesuai jenisnya bentuk, ukuran dan merk bagasi tercatat.
Sedangkan ayat 3 berbunyi:
Pengangkut wajib memberikan uang tunggu kepada penumpang atas bagasi tercatat yang belum ditemukan dan belum dapat dinyatakan hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebesar Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per hari paling lama untuk 3 (tiga) hari kalender.
Dalih di atas ditolak BPSK Kota Padang. Pada 3 Maret 2023, BPSK Kota Padang akhirnya menghukum Lion Air di atas batas maksimal Permenhub yaitu sebesar Rp 9.911.400 dan sanksi administrasi Rp 30 juta.
Lion Air kaget atas putusan itu dan mengajukan banding ke PN Padang. Apa hasilnya?
"Menolak permohonan keberatan dari Pemohon tersebut," demikian bunyi putusan yang diketuai Ferry Hardiansyah dengan anggota Eka Prasetia budi Dharma dan Sayed Kadhimsyah.
Majelis hakim menilai Permenhub tidak boleh mengesampingkan amanat UU Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 4 ayat c yang berbunyi:
"Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang",
Berikut pertimbangan PN Padang menguatkan putusan BPSK Kota Padang:
Implementasinya setiap penderitaan kerugian yang dialami masyaratkat adalah tanggung jawab perusahaan pengangkutan udara menganti rugi. Kemudian dihubungkan dengan aturan tentang adanya cara menilai jumlah ganti kerugian atas bagasi yang tercatat, terhadap hal tersebut sebagaimana dalam Undang-udang konsumen Nomor 8 tahun 1999 pada Pasal 4 Ayat (c) yang isinya yaitu:
"Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang",
yang dari hal tersebut dapat majelis hakim pahami yaitu "apakah pemohon keberatan telah melakukan dengan benar", dengan penyampaian kepada konsumen/termohoan keberatan tentang barangnya yaitu penjelasan tentang cara penyimpanan barang di bagasi, agar konsumen tahu, namun dari hal tersebut pemohon keberatan tidak dapat dibuktikan telah dilakukan oleh pemohon keberatan.
Kaaitannya implementasi terhadap UU Nomor 8 tahun 1999 pada Pasal 4 Ayat (c) yang isinya yaitu "hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang", oleh karena itu dalam implementasinya adalah menggunakan Pasal I Ayat 3 yaitu "mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang" yang maknanya luas dalam menilai kerugian dari penumpang pesawat.
Oleh karena itu dapat membebaskan dalam menilai barapa kerugian dari penumpang, tanpa menggunakan Pasal 5, karena secara hukum pemohon keberatan tidak menjalankan implementasi dari UU Nomor 8 tahun 1999 pada Pasal 4 Ayat (c) yang isinya yaitu "hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang".
Oleh karena itu sebagaimana pertimbangan hukum di atas adalah wajar bagi termohon keberatan menyebutkan jumlah nilai Rupiah yang dialami oleh termohon keberatan, sehingga secara hukum Putusan BPSK Kota Padang, secara hukum majelis hakim pahami sudah benar.
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut di atas menurut majelis hakim, pemohon keberatan telah keliru menafsirkan bahwa perkara a quo untuk dinyatakan dibatalkan dengan alasan majelis BPSK Kota Padang telah mengenyampingkan Permenhub PM 77/2011, malah sebaliknya majelis hakim telah menerapkan atau mengimpelementasikan Permenhub PM 77/2011 dengan menghubungkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Sehingga denda total menjadi Rp 39,9 juta. Rp 9,9 juta materiil dan Rp 30 juta immateriil.
Hal itu tertuang dalam putusan PN Padang yang dilansir websitenya, Minggu (11/6/2023). Di mana kasus bermula saat penumpang Lion Air, Yonnis Fendri, bepergian dari Bandar Lampung ke Padang pada 25 November 2022. Perjalanan transit di Bandara Soekarno-Hatta. Sesampainya di Bandara Internasional Minangkabau, koper Yonnis Fendri hilang.
Atas kehilangan itu, Yonnis Fendri meminta ganti rugi yang sepadan. Tapi pihak Lion Air mau mengganti berdasarkan Permenhub Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Yonnis Fendri tidak terima dan mengajukan gugatan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Padang.
Lion Air menyatakan siap mengganti rugi sesuai Pasal ayat 1 Permenhub 77/2011 yang berbunyi:
Jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang mengalami kehilangan, musnah atau rusaknya bagasi tercatat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c ditetapkan sebagai berikut:
a. Kehilangan bagasi tercatat atau isi bagasi tercatat atau bagasi tercatat musnah diberikan ganti kerugian sebesar Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per kg dan paling banyak Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah) per penumpang; dan
b. Kerusakan bagasi tercatat, diberikan ganti kerugian sesuai jenisnya bentuk, ukuran dan merk bagasi tercatat.
Sedangkan ayat 3 berbunyi:
Pengangkut wajib memberikan uang tunggu kepada penumpang atas bagasi tercatat yang belum ditemukan dan belum dapat dinyatakan hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebesar Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per hari paling lama untuk 3 (tiga) hari kalender.
Dalih di atas ditolak BPSK Kota Padang. Pada 3 Maret 2023, BPSK Kota Padang akhirnya menghukum Lion Air di atas batas maksimal Permenhub yaitu sebesar Rp 9.911.400 dan sanksi administrasi Rp 30 juta.
Lion Air kaget atas putusan itu dan mengajukan banding ke PN Padang. Apa hasilnya?
"Menolak permohonan keberatan dari Pemohon tersebut," demikian bunyi putusan yang diketuai Ferry Hardiansyah dengan anggota Eka Prasetia budi Dharma dan Sayed Kadhimsyah.
Majelis hakim menilai Permenhub tidak boleh mengesampingkan amanat UU Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 4 ayat c yang berbunyi:
"Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang",
Berikut pertimbangan PN Padang menguatkan putusan BPSK Kota Padang:
Implementasinya setiap penderitaan kerugian yang dialami masyaratkat adalah tanggung jawab perusahaan pengangkutan udara menganti rugi. Kemudian dihubungkan dengan aturan tentang adanya cara menilai jumlah ganti kerugian atas bagasi yang tercatat, terhadap hal tersebut sebagaimana dalam Undang-udang konsumen Nomor 8 tahun 1999 pada Pasal 4 Ayat (c) yang isinya yaitu:
"Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang",
yang dari hal tersebut dapat majelis hakim pahami yaitu "apakah pemohon keberatan telah melakukan dengan benar", dengan penyampaian kepada konsumen/termohoan keberatan tentang barangnya yaitu penjelasan tentang cara penyimpanan barang di bagasi, agar konsumen tahu, namun dari hal tersebut pemohon keberatan tidak dapat dibuktikan telah dilakukan oleh pemohon keberatan.
Kaaitannya implementasi terhadap UU Nomor 8 tahun 1999 pada Pasal 4 Ayat (c) yang isinya yaitu "hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang", oleh karena itu dalam implementasinya adalah menggunakan Pasal I Ayat 3 yaitu "mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang" yang maknanya luas dalam menilai kerugian dari penumpang pesawat.
Oleh karena itu dapat membebaskan dalam menilai barapa kerugian dari penumpang, tanpa menggunakan Pasal 5, karena secara hukum pemohon keberatan tidak menjalankan implementasi dari UU Nomor 8 tahun 1999 pada Pasal 4 Ayat (c) yang isinya yaitu "hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang".
Oleh karena itu sebagaimana pertimbangan hukum di atas adalah wajar bagi termohon keberatan menyebutkan jumlah nilai Rupiah yang dialami oleh termohon keberatan, sehingga secara hukum Putusan BPSK Kota Padang, secara hukum majelis hakim pahami sudah benar.
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut di atas menurut majelis hakim, pemohon keberatan telah keliru menafsirkan bahwa perkara a quo untuk dinyatakan dibatalkan dengan alasan majelis BPSK Kota Padang telah mengenyampingkan Permenhub PM 77/2011, malah sebaliknya majelis hakim telah menerapkan atau mengimpelementasikan Permenhub PM 77/2011 dengan menghubungkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Sehingga denda total menjadi Rp 39,9 juta. Rp 9,9 juta materiil dan Rp 30 juta immateriil.