QBeritakan.com -Sebuah bencana alam dahsyat melanda Aceh dan negara-negara di sekitarnya.
Tsunami besar yang terjadi menghancurkan pesisir Aceh dan menewaskan ratusan ribu orang.
Dalam catatan sejarah, tsunami Aceh ini merupakan salah satu bencana alam paling mematikan abad ini.
Gempa dahsyat dengan magnitudo antara 9,1 hingga 9,3 menjadi pemicu utama terjadinya tsunami tersebut.
Menurut United States Geological Survey (USGS), magnitudo gempa tersebut mencapai 9,1.
Episenter gempa berada di sebelah barat perairan Aceh, di mana patahan antara lempeng benua Eurasia dan lempeng benua Indo-Australia bertemu.
Menurut The National Science Foundation, patahan gempa ini adalah yang terpanjang dalam sejarah dengan panjang sekitar 1.155 kilometer.
Pusat gempa hanya berkedalaman 10 kilometer, membuat dampaknya semakin besar dan merusak.
Gelombang tsunami yang dihasilkan menyebar dari pusat gempa menuju pantai Aceh dalam waktu hanya 6 menit, menghancurkan segala yang ada di jalurnya, termasuk Kota Banda Aceh.
Para ahli mencatat bahwa patahan gempa tersebut terdiri dari 6 segmen, namun beberapa publikasi juga menyebutkan kemungkinan adanya hingga 11 segmen patahan.
Dalam waktu kurang dari 8 menit, patahan gempa ini meruntuhkan dasar laut seluas 1.200 kilometer.
Gempa pertama kali terjadi pada pukul 07.59 WIB, dan gelombang tsunami cepat melanda sejumlah negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Myanmar.
Tsunami juga mencapai beberapa negara di Asia Selatan, seperti Sri Lanka, Maladewa, dan India. Bahkan gelombang tsunami ini sampai ke pantai timur Afrika, termasuk Somalia dan Seychelles, menyebabkan 303 orang tewas di wilayah tersebut.
Indonesia, terutama Aceh, menjadi negara yang paling terdampak oleh tsunami ini.
Dampaknya sangat parah di Kota Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Barat, dan Aceh Jaya. Wilayah lain di sebelah timur Aceh juga tidak luput dari amukan gelombang maut ini, seperti Pidie, Bireuen, dan Lhokseumawe.
Tsunami Aceh 2004 ini menelan korban jiwa sebanyak 226.308 orang di negara-negara terdampak. Indonesia sendiri memiliki jumlah korban jiwa terbesar, dengan 173.741 orang meninggal dunia dan 394.539 orang mengungsi.
Tidak hanya warga lokal, korban jiwa di Aceh juga termasuk wisatawan asing. Swedia melaporkan bahwa 534 warganya tewas akibat tsunami di Aceh.
Salah satu negara yang paling terdampak adalah Swedia, yang menjadi negara Eropa dengan jumlah korban terbanyak dalam bencana ini.
Tsunami Aceh mengakibatkan 534 warga Swedia tewas di Aceh. Jumlah korban ini menjadikan Swedia sebagai negara Eropa dengan jumlah kematian terbesar akibat tsunami.
Para korban ini termasuk wisatawan Swedia yang tengah berlibur di Aceh saat bencana terjadi.
Mereka menjadi bagian dari korban internasional yang mengguncang dunia.
Selain menelan korban jiwa yang besar, tsunami Aceh juga menyebabkan kerusakan yang parah di berbagai sektor. Menurut data hasil evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah bersama komunitas donor pada Februari 2005, tercatat 1.488 sekolah mengalami kerusakan parah.
Akibatnya, sekitar 150.000 siswa terganggu proses pendidikannya saat itu. Pemulihan sektor pendidikan menjadi salah satu prioritas dalam upaya pemulihan Aceh pasca-tsunami.
Selain itu, bencana alam ini juga mengakibatkan rusaknya 26 puskesmas, 9 pelabuhan, dan 230 kilometer jalan. Kerusakan berat ini membuat aksesibilitas dan mobilitas di wilayah terdampak menjadi terhambat.
Pada sektor perkebunan, sekitar 11 ribu hektar tanah mengalami kerusakan, dan sebanyak 2.900 hektar di antaranya rusak secara permanen.
Dampak tsunami juga terasa pada ekosistem laut Aceh. Kerusakan terumbu karang mencapai 90 persen.
Sementara ekosistem bakau juga mengalami kerusakan yang signifikan. Sektor perikanan yang bergantung pada keberlanjutan ekosistem ini juga mengalami dampak negatif.
Selain itu, perekonomian Aceh mengalami penurunan signifikan sebesar 15 persen pada tahun 2005 akibat tsunami.
Kerusakan infrastruktur dan sektor ekonomi yang penting seperti perikanan, perkebunan, dan pariwisata berkontribusi pada pelemahan ekonomi tersebut. Namun, dengan upaya pemulihan yang dilakukan oleh pemerintah dan berbagai pihak terkait, Aceh berhasil bangkit dan pulih secara bertahap.
Tsunami Aceh 2004 merupakan bencana alam yang dahsyat dan meninggalkan bekas luka yang mendalam.
Swedia sebagai negara Eropa dengan korban terbanyak dan berbagai sektor yang hancur menjadi pengingat akan kekuatan alam yang tak terduga dan perlunya kesiapsiagaan dan kerjasama dalam menghadapi bencana alam di masa depan. (*)
Tsunami besar yang terjadi menghancurkan pesisir Aceh dan menewaskan ratusan ribu orang.
Dalam catatan sejarah, tsunami Aceh ini merupakan salah satu bencana alam paling mematikan abad ini.
Gempa dahsyat dengan magnitudo antara 9,1 hingga 9,3 menjadi pemicu utama terjadinya tsunami tersebut.
Menurut United States Geological Survey (USGS), magnitudo gempa tersebut mencapai 9,1.
Episenter gempa berada di sebelah barat perairan Aceh, di mana patahan antara lempeng benua Eurasia dan lempeng benua Indo-Australia bertemu.
Menurut The National Science Foundation, patahan gempa ini adalah yang terpanjang dalam sejarah dengan panjang sekitar 1.155 kilometer.
Pusat gempa hanya berkedalaman 10 kilometer, membuat dampaknya semakin besar dan merusak.
Gelombang tsunami yang dihasilkan menyebar dari pusat gempa menuju pantai Aceh dalam waktu hanya 6 menit, menghancurkan segala yang ada di jalurnya, termasuk Kota Banda Aceh.
Para ahli mencatat bahwa patahan gempa tersebut terdiri dari 6 segmen, namun beberapa publikasi juga menyebutkan kemungkinan adanya hingga 11 segmen patahan.
Dalam waktu kurang dari 8 menit, patahan gempa ini meruntuhkan dasar laut seluas 1.200 kilometer.
Gempa pertama kali terjadi pada pukul 07.59 WIB, dan gelombang tsunami cepat melanda sejumlah negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Myanmar.
Tsunami juga mencapai beberapa negara di Asia Selatan, seperti Sri Lanka, Maladewa, dan India. Bahkan gelombang tsunami ini sampai ke pantai timur Afrika, termasuk Somalia dan Seychelles, menyebabkan 303 orang tewas di wilayah tersebut.
Indonesia, terutama Aceh, menjadi negara yang paling terdampak oleh tsunami ini.
Dampaknya sangat parah di Kota Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Barat, dan Aceh Jaya. Wilayah lain di sebelah timur Aceh juga tidak luput dari amukan gelombang maut ini, seperti Pidie, Bireuen, dan Lhokseumawe.
Tsunami Aceh 2004 ini menelan korban jiwa sebanyak 226.308 orang di negara-negara terdampak. Indonesia sendiri memiliki jumlah korban jiwa terbesar, dengan 173.741 orang meninggal dunia dan 394.539 orang mengungsi.
Tidak hanya warga lokal, korban jiwa di Aceh juga termasuk wisatawan asing. Swedia melaporkan bahwa 534 warganya tewas akibat tsunami di Aceh.
Salah satu negara yang paling terdampak adalah Swedia, yang menjadi negara Eropa dengan jumlah korban terbanyak dalam bencana ini.
Tsunami Aceh mengakibatkan 534 warga Swedia tewas di Aceh. Jumlah korban ini menjadikan Swedia sebagai negara Eropa dengan jumlah kematian terbesar akibat tsunami.
Para korban ini termasuk wisatawan Swedia yang tengah berlibur di Aceh saat bencana terjadi.
Mereka menjadi bagian dari korban internasional yang mengguncang dunia.
Selain menelan korban jiwa yang besar, tsunami Aceh juga menyebabkan kerusakan yang parah di berbagai sektor. Menurut data hasil evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah bersama komunitas donor pada Februari 2005, tercatat 1.488 sekolah mengalami kerusakan parah.
Akibatnya, sekitar 150.000 siswa terganggu proses pendidikannya saat itu. Pemulihan sektor pendidikan menjadi salah satu prioritas dalam upaya pemulihan Aceh pasca-tsunami.
Selain itu, bencana alam ini juga mengakibatkan rusaknya 26 puskesmas, 9 pelabuhan, dan 230 kilometer jalan. Kerusakan berat ini membuat aksesibilitas dan mobilitas di wilayah terdampak menjadi terhambat.
Pada sektor perkebunan, sekitar 11 ribu hektar tanah mengalami kerusakan, dan sebanyak 2.900 hektar di antaranya rusak secara permanen.
Dampak tsunami juga terasa pada ekosistem laut Aceh. Kerusakan terumbu karang mencapai 90 persen.
Sementara ekosistem bakau juga mengalami kerusakan yang signifikan. Sektor perikanan yang bergantung pada keberlanjutan ekosistem ini juga mengalami dampak negatif.
Selain itu, perekonomian Aceh mengalami penurunan signifikan sebesar 15 persen pada tahun 2005 akibat tsunami.
Kerusakan infrastruktur dan sektor ekonomi yang penting seperti perikanan, perkebunan, dan pariwisata berkontribusi pada pelemahan ekonomi tersebut. Namun, dengan upaya pemulihan yang dilakukan oleh pemerintah dan berbagai pihak terkait, Aceh berhasil bangkit dan pulih secara bertahap.
Tsunami Aceh 2004 merupakan bencana alam yang dahsyat dan meninggalkan bekas luka yang mendalam.
Swedia sebagai negara Eropa dengan korban terbanyak dan berbagai sektor yang hancur menjadi pengingat akan kekuatan alam yang tak terduga dan perlunya kesiapsiagaan dan kerjasama dalam menghadapi bencana alam di masa depan. (*)