QBeritakan.com -"Bismillah..." (Cindaku Part 9) : Oleh_Abhenk G-Chaniago
"Lariiiiii! Jangan diam saja disitu!!!
Suara
Pak syamsul berteriak dengan kerasnya mengingatkan agar lari dari tepi
jurang terjal yang mana dibawanya bebatuan tajam siap menanti jika aku
terpeleset kebelakang, aku pun tersadar dari lamunan.
Aku
semangkin gemetar, tubuhku benar lunglai. Sementara cindaku jaraknya
semangkin dekat denganku, menyeringai mengerikan. Terlihat taringnya
yang begitu tajam dan siap mencabik-cabikku, dalam hitungan beberapa
detik lagi akan mati dan mati!
Rasa panik yang
luar biasa, aku terus berusaha sekuat tenaga melangkahkan kaki, tetap
saja tak bisa digerakkan. Tiba tiba cindaku itu melompat siap menerkam
dengan bringas dan ganas. Kuku depannya yang runcing dan tajam itu
keluar dan siap menerkam, beberapa senti lagi akan bersarang leherku.
"Bismillah, Allahu Akbar!!!"
Reflek
aku membungkuk dan menggerakkan tanganku yang memegang belati pemberian
pak syamsul. Sekuat tenaga aku mendorong tubuhnya cindaku yang
ditumbuhi bulu-bulu kasar berbau itu sambil mengarahkan belati
keperutnya saat melintas tepat diatas kepala dan berniat menerkam
leherku.<br>
"Grrrrrrrrkkkkhhhhh! Highk!!! Aaaaaa....!"
Cindaku
itu menggeram, tetapi setelahi itu terdengar pekik kesakitan menyayat
hati dan menggetarkan. Lalu hening, burung gagak pun kembali mengitari
bukit cadas dan jurang.
Cahaya rembulanpun
mulai meredup dan sebentar lagi akan berganti dengan mentari pagi. Aku
masih saja membungkuk dengan nafas tersengal penuh ketakutan, tidak
berani membuka mata dan menoleh kebelakang sedikitpun.
Tiba-tiba
terasa ada yang memegang bahuku, lagi dan lagi aku reflek memutar
tubuh, dengan mata yang masih terpejam kedua tangan langsung bergerak
keatas menyambar bagian yang menururku itu adalah leher yang memegang
bahuku. Kaki sebelah kiri dihentakkan sebisanya, didalam hati ada rasa
merasa menyesal kenapa tidak belajar ilmu bela diri dahulu.
"Bhugkh"! Terdengar bunyi kakiku mengenai sesuatu dan menyisakan rasa nyeri dibagian tumit, dan...
"Hukh!!!" Lalu ada suara tertahan menahan sakit, aku kembali membalikkan badan, dan siap menghantam lagi.
"Stop! Ini saya bung! Hukh hukh hukh... "
Aku
pun menahan dan menarik tendangan. Membuka mata, kulihat pak syamsul
tetunduk dan berlutut dengan tangan kananya sebagai penyangga tubuhnya
agar tertahan dan tidak terjerambab, sementara tangan kirinya memegang
dadanya.
"Ondeh mande! Jurus apo nomonyo ko
yuang? Hampia putuih tali jantuang den deknyo! Hukh hukh huk...!" (Waduh
mak! jurus apa namanya ini! Hampir putus tali jatungku olehnya) pak
syamsul bersuara sambil terbatuk-batuk.
"Ampun pak! Dikira itu cindaku..."
Aku kebingungan tak tau apa yang harus ku perbuat, tanganku melambai lambai tak jelas.
"Cindaku!
cindaku! cindaku..! Noh cindaku sudah tergeletak tak berdaya dibawah
jurang sana akibat jurusmu entah apalah namanya. Seperti gerakan kucing
mau kawin saja kulihat! Ckck..."
Tawaku hampir
saja pecah melihat pak syamsul bersungut sungut seperti itu, tapi
ditahan takut pak syamsul yang spertinya jago silat itu membalas balik
dan tendangan dan hinggap didadaku.
"Pak...
kakiku... tolong tak bisa berjalan! Gendong..." aku memelas agar bisa
dibantu menuju jeep, pak syamsul yang sudah sampai di jeep melihat
kearahku tersenyum tipis masih menahan rasa sakit.
"Jalan sendiri! Menendang orang tua tak berdaya bisa, masa berjalan tidak bisa? I am sorry!"
"Tolonglah pak... please..."
"No! Good bye!" Pak syamsul pun menghidupkan jeepnya dan bersiap tancap gas.
"Paaaaakkkkkkk!"
Aku
bangkit dan berlari dengan kencangnya menyusul pak syamsul tanpa
menghiraukan betiskuku yang masih sakit setelah mendengar suara geraman
dibawah jurang.
Geraman siapakah itu? Bakauhunikah? Bukankah bakauhuni sudah mati didasar jurang sana?
*
Bersambung>>>
●Bakauhuni