Qberitakan.com
Dua
minggu sudah tak keluar malam sama sekali meskipun itu hanyalah sekedar
untuk membeli gula dan kopi, semenjak Ningrum dan bilang "jangan keluar
malam selama aku bepergian".
Aku
tak hanya mengngguk meski direlung hati terdalam inilah saatnya aku
bebas, bebas bercanda ria dan tertawa lepas bersama teman teman yang
akan membawa wanita selingkuhan masing-masing termasuk aku sendiri yang
tak mau ketinggalan.
Mereka
selalu memuji bahwa selingkuhanku sangat cantik, aku pun sumringah
dengan pujian yang membuat aku merasa paling jago dan beruntung dari
mereka. Aku benar-benar merasa sangat dihargai oleh teman temanku,
mereka tidaka akan meminum setitik pun minuman yang telah dipesan
sebelum aku datang.
Karena
rasa sangat dihargai itu jugalah tanpa segan segan akan membayar semua
pesanan tak peduli isi dompet terkuras habis, tak ada yang dikuatirkan
dengan keungan. Uang yang dihabiskan malam itu hanya buat 1 bulan gaji
sepuluh tenaga kerja disatu tempat usahaku saja, tak cukup masih ada
pundi-pundi rupiah yang masuk dari usaha yang lain.
"Mas, sudah bangun?" Saat Ningrum menelpon setelah sampai di sidney
"Baru bangun..." Jawabku ogah ogahan tanpa menanyakan bagaimana penerbangan Ningrum Surabaya-Sidney.
"Hi
hi! Tumben tidur jam segini mas?" Ningrum tertawa mendengar jawabanku,
aku pun melihat jam dihape. Ternyata baru jam 02:15 dini hari.
"Oh, iya. Katanya jangan keluar malam selama kamu pergi" Aku mengingatkan Ningrum bahwa dengan ucapannya.
"Oh,
iya ya. Tapi... tumben juga tidak melanggar seperti biasanya?" Ningrum
malah memberikan pertanyaan yang menurutku tidak menghargai kejujuranku
kali ini.
"Trus, kamu sukanya aku bohong dan ngeles terus begitu!" Nadaku ketus.
"Iya
ya ya... aku percaya, maaf ya mas..." Tumben juga ningrum percaya,
bisanya akan menyerangku dengan pertanyaan pertanyaan yang membuat aku
mual.
"Ya, tidak apa-apa..." nadaku mulai melembut.
"Ok mas, selamat tidur kembali..." Telpon pun diputus Ningrum.
Setelah
itu Ningrum tak pernah menelpon lagi, begitu juga denganku. Karena aku
tau diri tidak akan mengganggunya saat diluar sana. Aku memberika
kebebasan baginya, meski ada juga terselip rasa cemburu dihati.
"Cemburu?
Ha ha ha! Cemburu dari mana, bukankah aku tak mencintainya sama
sekali?!?" Aku tersadar bahwa tidak ada sedikitpun benih-benih cinta
dihati untuk Ningrum.
Entah
kenapa untuk kepergiannya kali ini aku sebenarnya merasa kehilangan,
rumah pun terasa sepi. Aku pun rindu segelas kopi buatan tangannya yang
berjemari lentik dan selalu diwarnai dengan pewarna kuku merah, selalu
ada senyuman manis dibibirnya saat menyuguhkan. Tak terlihat rasa kesal
atau keberatan diwajahnya meski tau aku baru saja pulang dengan mulut
yang masih menyisakan aroma alkohol.
Ningrum
sungguh wanita sempurna, cantik, baik, ramah, pandai bergaul, dan tidak
sombongmenurut teman temanku. Tapi kenapa aku memperlakukakkanya
sedemikian dingin dan selalu mencari wanita lain diluar, aku hanya
tersenyum tanpa menjawab pertanyaan dari mereka.
"Mas... Mas... Mas....!"
Sore itu ada suara yang memanggilku setelah pintu depan diketok, aku yang sedang main play station diruang tengah pun keluar.
"Ningrum?!?" Aku terlonjak setelah membuka pintu dan melihat Ningrum sudah berdiri disana dengan semyumannya yang tetap manis.
"Iya
mas, kenpa kaget begitu? Seperti melihat hantu saja..." Ningrum
langsung masuk dengan jalannya yang lemah gemulai, cantik dan anggun
sekali.
"Bu... bu... bukan!" Aku gelagapan saat Ningrum tiba-tiba menoleh kebelakang saat aku memperhatikan jalannya ke kamar.
"Oh, kirain..." Ningrum pun menghilang di balik pintu kamar.
Aku
pun menuju kulkas dan mengambilkan minuman dingin kesukaan Ningrum,
lalu membawanya ke kamar setelah menuangkannya kedalan gelas.
"Ini diminum..."
"Terima kasih mas..." Ningrum pun mengambil gelas yang disuguhkan, dan meminumnya sampai habis.
"Loh,
kok minumnya begitu seperti orang tak pernah minum saja. He he!" Aku
kaget sebenarnya kaget, tapi takut Ningrum tersinggung aku sedikit
bercanda.
"Tidak
mas. Cuma, hampir 5 tahun kita hidup bersama, satu atap, satu meja
makan, dan satu kamar. Tapi... belum pernah kamu memperlakukan aku
seperti ini. Aku merasa sangat senang dan bahagia hari ini, dan sungguh
aku merasa berharga dan berarti sekali meski dimatamu sesungguhnya aku
hanyalah pencundang yang menjadi penghalang kebebasanmu. Terima kasih
mas, dan maafkan aku..."
Tiba-tiba
Ningrum menangis, entah tangis apa aku tak tau. Jelasnya aku merasa
kasihan dan merasa bersalah juga melihatnya begitu, kembali aku merasa
kebingungan sendiri harus berkata apa dan apa yang harus aku lakukan
agar Ningrum tidak larut dalam kesedihan.
"Mas, sini. Peluk aku... I miss You and Love You" Ningrun bicara lagi, agar aku mendekat.
"I Miss You too and Love You..."
Sebelum
aku tersadar apa yang baru saja diucapkan Ningrun langsung menubruk dan
memelukku dengan erat hingga nafasku tersengal, tangis harunya pun
membuat hatiku bergetar. Getaran takut kehilangan, rasa yang tak pernah
dirasakan selama ini, aku sibuk dengan duniaku. Ningrum pun sibuk dengan
dunia bagaimana meluluhkan hatiku.
"Ternyata
kebebasan tak membuatmu menyadari bahwa aku sangat menyayangi dan
mencintaimu mas, kamu memang harus ditinggalkan dengan waktu yang tak
bisa kamu prediksi. Maaf, aku tidak ke Sidney selama ini, aku hanya ke
Semarang. Berterima kasihlah kepada kedua orang tuamu karena aku
benar-benar tidak meninggalkanmu disaat benih benih cinta mulai tumbuh
dihatimu..." Perkataan Ningrum pun membuat aku terbelalak dan melepeska
pelukannya
"Jadi...?!?"
"Jadi, saat benih benih cintamu benar benar telah tumbuh dan mekar dihatimu mas...!" Ningrum dengan mata berkaca-kaca menatapku.
"Mak
e...! Pak e...!" Aku pun memeluk Ningrum dengan suka cita, penuh rasa
cinta dan kasih selama ini dipungkiri, ah egoisnya aku!!!
***
Tamat