KOPI, DARI KEBUN SAMPAI KE GELAS SAJI

QBeritakan.com
Selasa, 22 November 2022 | November 22, 2022 WIB Last Updated 2022-11-23T12:14:30Z


QBeritakan.com - Masa kecil ku dulu banyak kuhabiskan di perkebunan kopi nun jauh di Lampung sana. Apalagi kalau saat liburan bertepatan dengan masa panen kopi, aku bisa menginap disana berlama-lama. Disana ada dusun kecil yang dihuni para penggarap kebun dan beberapa orang pemilik perkebunan. Saat biji kopi siap dipanen adalah saat saat paling menyenangkan. Setiap pagi masuk ke area perkebunan bersama para pemetik kopi yang riuh rendah bercengkrama sambil memetik buah kopi yang sudah tua dan/atau matang. 

Cara menandai yang sudah tua kalau digigit sudah keras walau masih hijau. Atau kalau dilihat warnanya lebih hijau gelap berkilau. Kalau para pekerja memetik buah yang sudah tua walau belum merah maka aku lebih suka memetik yang sudah benar-benar merah. Karena kalau belum merah agak keras merontokkannya dari ranting.  Kalau yang sudah matang lebih lembut. Jadinya kalau mereka sudah dapat berkarung-karung maka aku paling hanya dapat sepersepuluhnya saja. Setelah itu aku akan merayu bibi pengawas untuk memberiku sedikit supaya aku juga dapat banyak. Hehe..curang ya aku. Soalnya kalau dapat dikit aku bakal dilarang mama ikut panen kopi lagi karena cuma bakal merepoti para pekerja. Gimana nggak ngerepoti sebentar-sebentar aku minta diusirkan semut yang lebih banyak menggeromboli kopi merah. 

Kadang aku minta diambilkan buah pepaya matang atau kelapa muda.  Atau minta dibuatkan pengasap agar dijauhi nyamuk. Duh rewelnya. Aku juga tidak tekun memetik kopi, belum habis satu pohon aku sudah pindah lagi karena bosan atau tertarik pada pohon lain yang buahnya lebih lebat. Gara-gara pilih-pilih buah kopi ini juga para pekerja sering kena marah mama ku karena banyak buah tua yang tertinggal. Kalau sudah begitu mereka terpaksa lapor kalau itu ulahku. Bener-bener ngrepoti deh aku, belum lagi kalau sudah kena ulat gatal aku histeri dan membuat pekerjaan mereka tertunda. Para paman, bibi, maafkan aku yang dulu ya. Jadi kangen masa-masa itu, siang hari sehabis memetik kopi bersama anak-anak buruh perkebunan aku mandi di bendungan besar yang airnya jernih, berenang lompat-lompatan enggan berhenti sampai mama teriak menyuruh pulang, sorenya naik ke bukit memandangi hamparan perkebunan kopi dengan aroma bunga kembang kopi yang wangi. Kalau bulan purnama main petak umpet. Dan saat musim durian kelayapan subuh-subuh mencari durian runtuh.

Baru sekarang minum kopi jadi trend. Apalagi bagi perempuan. Kalau dulu aku sering dibilang mamang -mamang kalau ketauan pecandu kopi. Aku jadi pecandu kopi yang cukup parah sejak remaja. Kalau tidak minum kopi pagi sebelum sekolah aku akan lemas dan terkantuk-kantuk mengikuti pelajaran sampai pernah dulu aku dilempar kapur sama guru kimia..hiiks. Mama sering ngomel-ngomel karena aku paling boros menghabiskan persediaan kopi bubuk dirumah. Aku minum kopi tiga kali sehari, pagi, siang dan sore. Kayak minum obat ya. Sebenarnya mama ngomel lebih karena khawatir terhadap lambungku abis kopi ku kental banget. Kental dan sedikit saja manisnya. Kalau terlalu manis aku bisa mual dan kembung. Kalau magh-ku kambuh mama malah bilang ayo ngopi lagi banyak-banyak.

Karena sangat suka minum kopi mama mewajibkan ku belajar membuat bubuk kopi sendiri. Dari enam anaknya hanya aku yang dapat kewajiban ini. Aku melakukannya dengan senang hati sampai-sampai dulu aku tidak mau minum kopi kalau bukan dari bubuk kopi buatan ku sendiri minimal pembuatannya berada dibawah pengawasanku. Lagi pula untuk mendapatkan kopi yang nikmat sangat tergantung pada proses awal pengolahan biji kopi dan cara pembuatannya.

Menyiapkan biji kopi. Untuk menghasilkan kopi yang enak harus dipilih biji kopi yang sudah benar-benar matang. Warnanya merah gelap dan kulitnya lembut. Kalau digigit rasanya manis. Kadang aku sengaja mengumpulkan kopi yang sudah bergeletakan dibawah pohon karena bekas dimakan luwak. Kopi bekas makanan luwak ini menghasilkan bubuk kopi dengan rasa lebih nikmat karena sebelumnya sudah mengalami proses fermentasi didalam perut luwak. Nah, jaman sekarang dengan embel-embel luwak harga kopi bubuk bisa melambung tinggi lho. 

Setelah disortir biji kopi dijemur hingga cangkangnya keras dan kalau digenggam lalu dilepaskan tidak lagi menempel ditangan, atau jika diguncang akan bunyi koclak koclak. Setelah biji kopi kering lalu digiling untuk memisahkan cangkangnya. Setelah itu biji kopi dicuci bersih untuk menghilangkan debu dan kulit ari. Biasanya direndam sebentar biar agak mengembang jadi nanti pas digoreng lebih cepat garing dan rasanya enak.Proses perendaman ini bisa juga diartikan sebagai pengganti proses fermentasi luwak. Setelah selesai dicuci kembali dijemur sampai kering.
Baca Juga : Secangkir Kopi Lampung 
Biji kopi yang sudah kering lebih bersih dan wangi. Lalu simpan ditempat yang tidak lembab. Biji kopi yang disimpan lebih lama lebih baik daripada yang masih baru. Ini karena kadar asamnya sudah lebih banyak berkurang. 

Biji kopi siap digoreng. Aku akan memilih kopi yang sudah tersimpan paling lama. Setahun dua tahun bahkan kadang lebih. Jangan dengan minyak ya tapi dengan pasir. Biasanya kami menggunakan pasir laut yang agak kasar.  Penggunaan pasir ini baik sebagai pengantar panas yang merata pada biji kopi. Hingga kopi lebih cepat matang merata dan gurih tanpa menunggu sampai terlalu hitam. Berkaitan dengan daya penghantar panas ini juga aku memakai wajan besi. Panaskan pasir sampai berasap lalu masukkan biji kopi. Aduk terus perlahan tanpa henti agar matang merata. Untuk menandai kopi sudah matang aku biasa mengigitnya. Kalau sudah renyah dan warnanya hitam kecoklatan berarti sudah cukup. Proses penyanggraian akan lebih baik kalau memakai api dari kayu bakar. Mungkin untuk skala besar agak sulit kalau tidak pakai mesin. Tapi kopi bubuk yang dihasilkan secara tradisional biasanya lebih nikmat. Pernah sekali waktu aku menyanggrai kopi tanpa mencucinya,  tanpa pasir dengan menggunakan wajan alumunium diatas api kompor. Hasilnya kopi matang sangat lama dan bantat tidak renyah dan jadi terlalu hitam. Rasanya juga langu tidak harum segar dan pahitnya nyelekit juga asam diujung lidah.

Angin-anginkan sebentar setelah biji kopi selesai disanggrai. Kalau sudah dingin bisa disimpan atau langsung digiling halus. Kadang dengan cara menumbuknya di lesung tapi lebih praktis membawanya ke mesin penggiling tepung.
Nah, bubuk kopi siap dikonsumsi. Untuk menyeduh kopi bubuk sebaiknya gunakan air mendidih 100 derajat celcius agar tidak terasa asam diujung lidah. Takarannya tergantung selera. Dan minum perlahan selagi panas. Kalau menunggu sampai dingin sudah tidak asyik lagi. Dan kopi dingin bisa membuat perut kembung bahkan mulas. itu karena kopi dingin sudah teroksidasi hingga menaikkan kadar asamnya. Kadar asam ini yang membuat perut kembung. Sebenarnya tergantung ketahanan lambung masing-masing orang sih.

Ribet ya perjuangan untuk menikmati secangkir kopi. Tapi perjuangan panjang akan menghasilkan kepuasan yang pantas. Secangkir kopi hitam adalah hamparan kenangan tanpa batas bagiku.
Baca Juga : Kopi Daun ( Kawa Daun )

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • KOPI, DARI KEBUN SAMPAI KE GELAS SAJI

Trending Now