
QBeritakan.com - Masa
kecil ku dulu banyak kuhabiskan di perkebunan kopi nun jauh di Lampung
sana. Apalagi kalau saat liburan bertepatan dengan masa panen kopi, aku
bisa menginap disana berlama-lama. Disana ada dusun kecil yang dihuni
para penggarap kebun dan beberapa orang pemilik perkebunan. Saat biji
kopi siap dipanen adalah saat saat paling menyenangkan. Setiap pagi
masuk ke area perkebunan bersama para pemetik kopi yang riuh rendah
bercengkrama sambil memetik buah kopi yang sudah tua dan/atau matang.
Cara
menandai yang sudah tua kalau digigit sudah keras walau masih hijau.
Atau kalau dilihat warnanya lebih hijau gelap berkilau. Kalau para
pekerja memetik buah yang sudah tua walau belum merah maka aku lebih
suka memetik yang sudah benar-benar merah. Karena kalau belum merah agak
keras merontokkannya dari ranting. Kalau yang sudah matang lebih
lembut. Jadinya kalau mereka sudah dapat berkarung-karung maka aku
paling hanya dapat sepersepuluhnya saja. Setelah itu aku akan merayu
bibi pengawas untuk memberiku sedikit supaya aku juga dapat banyak.
Hehe..curang ya aku. Soalnya kalau dapat dikit aku bakal dilarang mama
ikut panen kopi lagi karena cuma bakal merepoti para pekerja. Gimana
nggak ngerepoti sebentar-sebentar aku minta diusirkan semut yang lebih
banyak menggeromboli kopi merah.
Kadang
aku minta diambilkan buah pepaya matang atau kelapa muda. Atau minta
dibuatkan pengasap agar dijauhi nyamuk. Duh rewelnya. Aku juga tidak
tekun memetik kopi, belum habis satu pohon aku sudah pindah lagi karena
bosan atau tertarik pada pohon lain yang buahnya lebih lebat. Gara-gara
pilih-pilih buah kopi ini juga para pekerja sering kena marah mama ku
karena banyak buah tua yang tertinggal. Kalau sudah begitu mereka
terpaksa lapor kalau itu ulahku. Bener-bener ngrepoti deh aku, belum
lagi kalau sudah kena ulat gatal aku histeri dan membuat pekerjaan
mereka tertunda. Para paman, bibi, maafkan aku yang dulu ya. Jadi kangen
masa-masa itu, siang hari sehabis memetik kopi bersama anak-anak buruh
perkebunan aku mandi di bendungan besar yang airnya jernih, berenang
lompat-lompatan enggan berhenti sampai mama teriak menyuruh pulang,
sorenya naik ke bukit memandangi hamparan perkebunan kopi dengan aroma
bunga kembang kopi yang wangi. Kalau bulan purnama main petak umpet. Dan
saat musim durian kelayapan subuh-subuh mencari durian runtuh.
Baru
sekarang minum kopi jadi trend. Apalagi bagi perempuan. Kalau dulu aku
sering dibilang mamang -mamang kalau ketauan pecandu kopi. Aku jadi
pecandu kopi yang cukup parah sejak remaja. Kalau tidak minum kopi pagi
sebelum sekolah aku akan lemas dan terkantuk-kantuk mengikuti pelajaran
sampai pernah dulu aku dilempar kapur sama guru kimia..hiiks. Mama
sering ngomel-ngomel karena aku paling boros menghabiskan persediaan
kopi bubuk dirumah. Aku minum kopi tiga kali sehari, pagi, siang dan
sore. Kayak minum obat ya. Sebenarnya mama ngomel lebih karena khawatir
terhadap lambungku abis kopi ku kental banget. Kental dan sedikit saja
manisnya. Kalau terlalu manis aku bisa mual dan kembung. Kalau magh-ku
kambuh mama malah bilang ayo ngopi lagi banyak-banyak.
Karena
sangat suka minum kopi mama mewajibkan ku belajar membuat bubuk kopi
sendiri. Dari enam anaknya hanya aku yang dapat kewajiban ini. Aku
melakukannya dengan senang hati sampai-sampai dulu aku tidak mau minum
kopi kalau bukan dari bubuk kopi buatan ku sendiri minimal pembuatannya
berada dibawah pengawasanku. Lagi pula untuk mendapatkan kopi yang
nikmat sangat tergantung pada proses awal pengolahan biji kopi dan cara
pembuatannya.
Menyiapkan
biji kopi. Untuk menghasilkan kopi yang enak harus dipilih biji kopi
yang sudah benar-benar matang. Warnanya merah gelap dan kulitnya lembut.
Kalau digigit rasanya manis. Kadang aku sengaja mengumpulkan kopi yang
sudah bergeletakan dibawah pohon karena bekas dimakan luwak. Kopi bekas
makanan luwak ini menghasilkan bubuk kopi dengan rasa lebih nikmat
karena sebelumnya sudah mengalami proses fermentasi didalam perut luwak.
Nah, jaman sekarang dengan embel-embel luwak harga kopi bubuk bisa
melambung tinggi lho.
Setelah
disortir biji kopi dijemur hingga cangkangnya keras dan kalau digenggam
lalu dilepaskan tidak lagi menempel ditangan, atau jika diguncang akan
bunyi koclak koclak. Setelah biji kopi kering lalu digiling untuk
memisahkan cangkangnya. Setelah itu biji kopi dicuci bersih untuk
menghilangkan debu dan kulit ari. Biasanya direndam sebentar biar agak
mengembang jadi nanti pas digoreng lebih cepat garing dan rasanya
enak.Proses perendaman ini bisa juga diartikan sebagai pengganti proses
fermentasi luwak. Setelah selesai dicuci kembali dijemur sampai kering.
Baca Juga : Secangkir Kopi Lampung
Baca Juga : Secangkir Kopi Lampung
Biji
kopi yang sudah kering lebih bersih dan wangi. Lalu simpan ditempat
yang tidak lembab. Biji kopi yang disimpan lebih lama lebih baik
daripada yang masih baru. Ini karena kadar asamnya sudah lebih banyak
berkurang.
Biji
kopi siap digoreng. Aku akan memilih kopi yang sudah tersimpan paling
lama. Setahun dua tahun bahkan kadang lebih. Jangan dengan minyak ya
tapi dengan pasir. Biasanya kami menggunakan pasir laut yang agak
kasar. Penggunaan pasir ini baik sebagai pengantar panas yang merata
pada biji kopi. Hingga kopi lebih cepat matang merata dan gurih tanpa
menunggu sampai terlalu hitam. Berkaitan dengan daya penghantar panas
ini juga aku memakai wajan besi. Panaskan pasir sampai berasap lalu
masukkan biji kopi. Aduk terus perlahan tanpa henti agar matang merata.
Untuk menandai kopi sudah matang aku biasa mengigitnya. Kalau sudah
renyah dan warnanya hitam kecoklatan berarti sudah cukup. Proses
penyanggraian akan lebih baik kalau memakai api dari kayu bakar. Mungkin
untuk skala besar agak sulit kalau tidak pakai mesin. Tapi kopi bubuk
yang dihasilkan secara tradisional biasanya lebih nikmat. Pernah sekali
waktu aku menyanggrai kopi tanpa mencucinya, tanpa pasir dengan
menggunakan wajan alumunium diatas api kompor. Hasilnya kopi matang
sangat lama dan bantat tidak renyah dan jadi terlalu hitam. Rasanya juga
langu tidak harum segar dan pahitnya nyelekit juga asam diujung lidah.
Angin-anginkan
sebentar setelah biji kopi selesai disanggrai. Kalau sudah dingin bisa
disimpan atau langsung digiling halus. Kadang dengan cara menumbuknya di
lesung tapi lebih praktis membawanya ke mesin penggiling tepung.
Nah,
bubuk kopi siap dikonsumsi. Untuk menyeduh kopi bubuk sebaiknya gunakan
air mendidih 100 derajat celcius agar tidak terasa asam diujung lidah.
Takarannya tergantung selera. Dan minum perlahan selagi panas. Kalau
menunggu sampai dingin sudah tidak asyik lagi. Dan kopi dingin bisa
membuat perut kembung bahkan mulas. itu karena kopi dingin sudah
teroksidasi hingga menaikkan kadar asamnya. Kadar asam ini yang membuat
perut kembung. Sebenarnya tergantung ketahanan lambung masing-masing
orang sih.
Ribet
ya perjuangan untuk menikmati secangkir kopi. Tapi perjuangan panjang
akan menghasilkan kepuasan yang pantas. Secangkir kopi hitam adalah
hamparan kenangan tanpa batas bagiku.
Baca Juga : Kopi Daun ( Kawa Daun )
Baca Juga : Kopi Daun ( Kawa Daun )